Minggu, 09 November 2014

TUGAS 3-ILMU SOSIAL DASAR

Masyarat perdesaan dan perkotaan


Bab I

1.Masyarakat perkotaan

A.Definisi Masyarakat

Masyarakat (yang diterjemahkan dari istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup atau sebaliknya, dimana kebanyakan interaksi adalah antara individu-individu yang terdapat dalam kelompok tersebut. Kata "masyarakat" berakar dari bahasa Arab, musyarakah. Arti yang lebih luasnya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah kelompok atau komunitas yang interdependen atau individu yang saling bergantung antara yang satu dengan lainnya. Pada umumnya sebutan masyarakat dipakai untuk mengacu sekelompok individu yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.

B.Pengertian dan Ciri ciri masyarakat kota dan desa

i.Wirth
Kota adalah suatu pemilihan yang cukup besar, padat dan permanen, dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya.
ii.Max Weber
Kota menurutnya, apabila penghuni setempatnya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya dipasar lokal.
iii.Dwigth Sanderson
Kota ialah tempat yang berpenduduk sepuluh ribu orang atau lebih.
Dari beberapa pendapat secara umum dapat dikatakan mempunyani ciri-ciri mendasar yang sama. Pengertian kota dapat dikenakan pada daerah atau lingkungan komunitas tertentu dengan tingkatan dalam struktur pemerintahan.
Menurut konsep Sosiologik sebagian Jakarta dapat disebut  Kota, karena memang gaya hidupnya yang cenderung bersifat individualistik. 
Marilah sekarang kita meminjam lagi teori Talcott Parsons mengenai tipe masyarakat kota yang diantaranya mempunyai ciri-ciri  :
a).   Netral Afektif
Masyarakat Kota memperlihatkan sifat yang lebih mementingkat Rasionalitas dan sifat rasional ini erat hubungannya dengan konsep Gesellschaft atau Association. Mereka tidak mau mencampuradukan hal-hal yang bersifat emosional atau yang menyangkut perasaan pada umumnya dengan hal-hal yang bersifat rasional, itulah sebabnya tipe masyarakat itu disebut netral dalam perasaannya.
b).   Orientasi Diri
Manusia dengan kekuatannya sendiri harus dapat mempertahankan dirinya sendiri, pada umumnya dikota tetangga itu bukan orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan kita oleh karena itu setiap orang dikota terbiasa hidup tanpa menggantungkan diri pada orang lain, mereka cenderung untuk individualistik.
c).   Universalisme
Berhubungan dengan semua hal yang berlaku umum, oleh karena itu pemikiran rasional merupakan dasar yang sangat penting untuk Universalisme.
d).   Prestasi
Mutu atau prestasi seseorang akan dapat menyebabkan orang itu diterima  berdasarkan kepandaian atau keahlian yang dimilikinya.
e).   Heterogenitas
Masyarakat kota lebih memperlihatkan sifat Heterogen, artinya terdiri dari lebih banyak komponen dalam susunan penduduknya.

Ini adalah beberapa ciri-ciri masyarakat kota dan desa

Masyarakat kota :

  •  Kehidupan keagamaan berkurang dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa.
  • Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain. Yang penting disini adalah manusia perorangan atau individu.
  • Pembagian kerja di antara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata.
  • Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota dari pada warga desa.
  • Interaksi yang lebih banyak terjadi berdasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi.
  • Pembagian waktu yang lebih teliti dan sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan individu.
  • Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh.


Masyarakat desa :

  • Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa.
  •  Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukuan terhadap kebiasaan.
  • Cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam sekitar seperti : iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.
  • Didalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar batas wilayahnya.
  • Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan.
  • Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian.
  • Masyarakat tersebut homogen, seperti dalam hal mata pencaharian, agama, adat istiadat, dan sebagainya
C.Perbedaan Desa dengan kota

Lingkungan Umum dan Orientasi Terhadap Alam, Masyarakat perdesaan berhubungan kuat dengan alam, karena lokasi geografisnyadi daerah desa. Penduduk yang tinggal di desa akan banyak ditentukan oleh kepercayaan dan hukum alam. Berbeda dengan penduduk yang tinggal di kota yang kehidupannya “bebas” dari realitas alam.
Pekerjaan atau Mata Pencaharian, Pada umumnya mata pencaharian di dearah perdesaan adalah bertani tapi tak sedikit juga yg bermata pencaharian berdagang, sebab beberapa daerah pertanian tidak lepas dari kegiatan usaha.

Ukuran Komunitas, Komunitas perdesaan biasanya lebih kecil dari komunitas perkotaan.
Kepadatan Penduduk, Penduduk desa kepadatannya lbih rendah bila dibandingkan dgn kepadatan penduduk kota,kepadatan penduduk suatu komunitas kenaikannya berhubungan dgn klasifikasi dari kota itu sendiri.

Homogenitas dan Heterogenitas, Homogenitas atau persamaan ciri-ciri sosial dan psikologis, bahasa, kepercayaan, adat-istiadat, dan perilaku nampak pada masyarakat perdesa bila dibandingkan dengan masyarakat perkotaan. Di kota sebaliknya penduduknya heterogen, terdiri dari orang-orang dgn macam-macam perilaku, dan juga bahasa, penduduk di kota lebih heterogen.

Diferensiasi Sosial, Keadaan heterogen dari penduduk kota berindikasi pentingnya derajat yg tinggi di dlm diferensiasi Sosial.
Pelapisan Sosial, Kelas sosial di dalam masyarakat sering nampak dalam bentuk “piramida terbalik” yaitu kelas-kelas yg tinggi berada pada posisi atas piramida, kelas menengah ada diantara kedua tingkat kelas ekstrem dari masyarakat

D.Hubungan desa dengan kota

Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komunitas yang terpisah sama sekali satu sama lain. Bahkan terdapat hubungan uang erat, bersifat ketergantungan, karena saling membutuhkan.

Kota tergantung desa dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan-bahan pangan, desa juga merupakan tenaga kasar pada jenis-jenis pekerjaan tertentu di kota.
Sebaliknya, kota menghasilkan barang-barang yg juga diperlukan oleh orang desa, kota juga menyediakan tenaga-tenaga yang melayani bidang-bidang jasa yang dibutuhkan oleh orang desa.



E.Aspek aspek positif dan negative
Perkembangan kota merupakan manifestasi dari pola kehidupan sosial , ekonomi , kebudayaan dan politik . Kesemuanya ini akan dicerminkan dalam komponen – komponen yang memebentuk struktur kota tersebut . Jumlah dan kualitas komponen suatu kota sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan dan pertumbuhan kota tersebut.
Secara umum dapat dikenal bahwa suatu lingkungan perkotaan , seyogyanya mengandung 5 unsur yang meliputi :

1. Wisma : Untuk tempat berlindung terhadap alam sekelilingnya.
2.Karya : Untuk penyediaan lapangan kerja.
3.Marga : Untuk pengembangan jaringan jalan dan telekomunikasi.
4.Suka : Untuk fasilitas hiburan, rekreasi, kebudayaan, dan kesenian.
5,Penyempurnaan : Untuk fasilitas keagamaan, perkuburan, pendidikan, dan utilitas umum.

Untuk itu semua , maka fungsi dan tugas aparatur pemerintah kota harus ditingkatkan :

  1. Aparatur kota harus dapat menangani berbagai masalah yang timbul di kota . Untuk itu maka pengetahuan tentang administrasi kota dan perencanaan kota harus dimilikinya .
  2. Kelancaran dalam pelaksanaan pembangunan dan pengaturan tata kota harus dikerjakan dengan cepat dan tepat , agar tidak disusul dengan masalah lainnya 
  3. Masalah keamanan kota harus dapat ditangani dengan baik sebab kalau tidak , maka kegelisahan penduduk akan menimbulkan masalah baru
  4. Dalam rangka pemekaran kota , harus ditingkatkan kerjasama yang baik antara para pemimpin di kota dengan para pemimpin di tingkat kabupaten tetapi juga dapat bermanfaat bagi wilayah kabupaten dan sekitarnya


Oleh karena itu maka kebijaksanaan perencanaan dan mengembangkan kota harus dapat dilihat dalam kerangka pendekatan yang luas yaitu pendekatan regional.Rumusan pengembangan kota seperti itu tergambar dalam pendekatan penanganan masalah kota sebagai berikut :


  1. Menekan angka kelahiran
  2. Mengalihkan pusat pembangunan pabrik (industri) ke pinggiran kota
  3. Membendung urbanisasi
  4. Mendirikan kota satelit dimana pembukaan usaha relatif rendah
  5. Meningkatkan fungsi dan peranan kota – kota kecil atau desa – desa yang telah ada di sekitar kota besar
  6. Transmigrasi bagi warga yang miskin dan tidak mempunyai pekerjaan.

sumber :
www.dodyfauzi.blogspot.com

https://taufikhidayah21.wordpress.com/tag/pengertian-masyarakat-perkotaan



2.Masyarakat pedesaan dan perkotaan atau kedesaan

A.Pengertian desa/Kedesaan

Menurut R Bintarto,
Desa atau kota merupakan suatu hasil perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisografis, sosial, ekonomi, politk dan kultural yang terdapat pada suatu daerah serta memiliki hubungan dan pengaruh timbal balik dengan daeah lain.

Menurut Paul H Landis,

a.Untuk maksud statistic.
Pedesaan adalah daerah dengan jumlah penduduk kurang dari 2500 orang
b.Sedang untuk maksud kajian psikologi social
Desa adalah daerah dimana hubungan pergaulanya ditandai dengan derajat intensitas yang tinggi.


Menurut Sutarjo Kartohadikusumo,

Desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bermukim sutau masyarakat yang berkuasa dan masyarakat tersebut mengadakan pemerintah sendiri.

Unsur-unsur dalam desa meliputi :


  1. Daerah (lingkungan geografis)
Penduduk, yang meliputi berbagai hal tentang kependudukan seperti : jumlah, persebaran, mata pencaharian dll
Tata kehidupan, meliputi segala hal yang yang menyangkut seluk beluk kehidupan masyarakat desa.

Sedangkan pengertian desa dalam kehidupan sehari-hari atau secara umum sering di istilahkan dengan kampung,yaitu suatu daerah yang letaknya jauh dari keramaian kota,yang di huni sekelompok masyrakat di mana sebagian besar mata pencaharianya sebagai petani sedangkan secara atmininistrastif desa adalah yang terdiri dari satu atau lebih atau dusun di gabungkan hingga menjadi suatu daerah yang berdiri sendiri atao berhak mengatur rumah tangga sendiri (otonomi).

Ciri ciri masyarakat desa:

a. Kehidupan tergantung pada alam
b. Toleransi sosialnnya kuat
c. Adat-istiadat dan norma agama kuat
d. Kontrol sosialnya didasarkan pada hokum informal
e. Hubungan kekerabatan didasarkan pada Gemeinssehaft (paguyuban)
f. Pola pikirnya irrasional
g. Struktur perekonomian penduduk bersifat agraris.


B.Hakikat dan sifat masyarakat perdesaan

Masyarakat pedesaan mempunyai sifat yang kaku tapi sangatlah ramah. Biasanya
adat dan kepercayaan masyarakat sekitar yang membuat masyarakat pedesaan masih kaku, tetapi asalkan tidak melanggar hukum adat dan kepercayaan maka masyarakat pedesaan adalah masyarakat yang ramah.
Pada hakikatnya masyarakat pedesaan adalah masyarakat pendukung seperti sebagai petani yang menyiapkan bahan pangan, sebagai PRT atau pekerjaan yang biasanya hanya bersifat pendukung tapi terlepas dari itu masyarakat pedesaan banyak juga yang sudah berpikir maju dan keluar dari hakikat itu.

Masyarakat desa yang agraris dipandang sebagai masyarakat yang tenang, hal itu terjadi karena sifat keguyuban/ gemeinscharft sehingga oleh orang kota dianggap sebagai tempat untuk melepaskan lelah.

Tetapi dalam masyarakat desa terdapat pula perbedaan pendapat atau paham yang menyebabkan ketegangan sosial, yaitu :


  1. Konflik/ pertengkaran, pertengkaran biasanya berkisar masalah sehari-hari/ rumah tangga juga pada masalah kedudukan dan gengsi, perkawinan dsb.
  2. Kontroversi/ pertentangan, disebabkan oleh perubahan konsep-konsep kebudayaan/ adat istiadat, psikologi atau dalam hubungannya dengan guna-guna/ black magic.
  3. Kompetisi/ persaingan, dapat besifat positif maupun negatif. Positif bila wujudnya saling meningkatkan prestasi dan produksi, negatif bila berhenti pada sifat iri.
Sumber:

https://aryanipuspitasaridevi.wordpress.com/2012/10/27/bab-v-masyarakat-pedesaan-dan-perkotaan/
http://nenengsuryaniti.wordpress.com/2013/11/22/sifat-dan-hakikat-masyarakat-pedesaan-dan-perkotaan/

C.Kegiatan Masyarakat pedesaan

Masyarakat desa bermata pencaharian di bidang agraris, baik  pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan.Bertani, membajak sawah, megurus dan mengolah lahan yang dimiliki sendiri ataupunpunya orang lain.

1        Masyarakat petani meliputi buruh tani, petani yang memiliki lahan kurang dari 0,1           hektar;
2.       Masyarakat Peternak adalah peternak kambing, ayam dan itik;
3.       Masyarakat perikanan  terdiri dari : 

i) Masyarakat yang menggantungkan kehidupan sehari-hari pada pembudidayaan ikan;
ii) Nelayan yang tidak memiliki perahu dan atau alat tangkap ikan atau yang memiliki perahu <5GT;

4.       Masyarakat pedagang adalah pedagang yang mempunyai modal <Rp. 500.000,-;
5.       Masyarakat pengrajin adalah pengrajin/buruh pengrajin anyaman, bordir                           atau lainnya yang potensial untuk dikembangkan;
6.       Masyarakat perempuan adalah pokmas yang anggotanya terdiri dari perempuan yang     mempunyai kegiatan usaha ekonomi produktif.

Para petani di Indonesia terutama di pulau jawa pada dasarnya menganggap bahwa hidupnya itu sebagai sesuatu hal yang buruk, penuh dosa, kesengsaraan. Tetapi itu tidak berarti bahwa ia harus menghindari hidup yang nyata dan menghindarkan diri dengan bersembunnyi di dalam kebatinan atau dengan bertapa, bahkan sebaliknya wajib menyadari keburukan hidup itu dengan jelas berlaku prihatin dan kemudian sebaik-baiknya dengan penuh usaha atau ikhtiar.


  •  Mereka beranggapan bahwa orang bekerja itu untuk hidup, dan kadang-kadnag untuk mencapai kedudukannya.

  • Mereka berorientasi pada masa ini (sekarang), kurang memperdulikan masa depan, mereka kurang mampu untuk itu. Bahkan kadang-kadang ia rindu masa lampau mengenang kekayaan masa lampau menanti datangnya kembali sang ratu adil yang membawa kekayaan bagi mereka).

  • Mereka menganggap alam tidak menakutkan bila ada bencana alam atau bencana lain itu hanya merupakan sesuatu yang harus wajib diterima kurang adanya agar peristiwa-peristiwa macam itu tidak berulang kembali.  Mereka cukup saja menyesuaikan diri dengan alam, kurang adanya usaha untuk menguasainya.

  • Dan unutk menghadapi alam mereka cukup dengan hidup bergotong-royong, mereka sadar bahwa dalam hidup itu tergantung kepada sesamanya.


UNSUR-UNSUR DESA

Daerah, dalam arti tanah-tanah yang produktif dan yang tidak, beserta penggunaanya.
Penduduk, adalah hal yang meliputi jumlah pertambahan, kepadatan, persebaran dan mata pencaharian penduduk desa setempat.
Tata kehidupan, dalam hal ini pola pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan warga desa.



3.      Urbanisasi

A.Pengertian Urbanisasi

Istilah “Urbanisasi” adalah istilah yang banyak dikenal dalam dunia ilmu pengetahuan baik di Indonesia, maupun di negeri lain. Istilah tersebut tidak hanya dikenal, tetapi juga dialami oleh penduduk kota dan desa terutama di negara yang sedang berkembang.
Urbanisasi merupakan gejala, atau proses yang sifatnya multi-sektoral, baik ditinjau dari sebab maupun akibat yang ditimbulkan. Permasalahan nampak sederhana namun sefatnya sangat kompleks. Menurut Kantsebovskaya (1976) “Being a complex socio-economics process closely connected with the scientific tecnological revolution. As a complex many-sided process its study requires, a comprehensive approach in involving many disciplines”.
Urbanisasi di negara Indonesia mengalami peningkatan yang cukup berarti, sehingga kecenderungan semakin meluasnya problema sosial ekonomi di berbagai kota di Indonesia dapat mengakibatkan problema nasional dan menjadi masalah sosial bagi negara Indonesia.
Pengertian lain dari Urbanisasi itu sendiri adalah berpindahnya penduduk dari desa ke kota, pada umumnya mereka bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup mereka dan mengadu nasib dikota.

Pengertian Urbanisasi Menurut Para Ahli

Menurut J.H. De Goede
Urbanisasi diartikan sebagaiproses pertambahan penduduk pada suatu wilayahperkotaan (urban) ataupun proses transformasi suatuwilayah berkarakter perdesaan (rural) menjadi urban.

Menurut Kantsebovskaya (1976) Urbanisasi merupakangejala, atau proses yang sifatnya multi-sektoral, baikditinjau dari sebab maupun akibat yang ditimbulkan.
Urbanisasi dapat diartikan sebagai pertambahanpenduduk perkotaan (Shryyock dan Siegel, 1976)

PengertianUrbanisasi Dari BeberapaDisiplin Ilmu
Perspektif ilmu pengetahuan social melihaturbanisasi sebagai tambahan proses-prosesyang bersifat kekotaan.
Perspektif ilmu kependudukan, definisiurbanisasi berarti persentase penduduk yangtinggal di daerah perkotaan.

Arti Dan Konsep Urbanisasi.
Urbanisasi Sebagai Gejala Geografis.
Dintinjau dari konsep keruangan dan ekologis, urbanisasi merupakan gejala geografis, karena :


  •  Adanya gerakan/perpindahan penduduk dari satu wilayah atau perpidahan penduduk ke luar wilayahnya.
  • Gerakan/perpindahan penduduk yang terjadi disebabkan adanya salah satu komponen dari ekosistemnya berkurang/tidak berfungsi secara baik, sehingga terjadi ketimpangan dalam ekosistem setempat.
  •  Terjadinya adaptasi ekologis yang baru bagi penduduk yang pindah dari daerah asal ke daerah yang baru, dalam hal ini kota.

Dapat juga urbanisasi dipandang sebagai suatu proses dalam arti sebagai berikut :
Meningkatnya jumlah penduduk kota menjadi lebih menggelembung atau membengkak sebagai akibat dari pertambahan penduduk, baik oleh hasil kenaikan fertilitas penghuni kota maupun karena adanya tambahan penduduk dari desa yang bermukim dan berkembang di kota.

Bertambahnya jumlah kota dalam suatu negara atau wilayah sebagai akibat dari perkembangan ekonomi, budaya dan teknologi yang baru.
Berubahnya kehidupan desa atau suasana desa menjadi suasana kehidupan kota.
Urbanisasi dapat menimbulkan beberapa permasalahan baik bagi kota maupun bagi desa. Secara umum dapat dikatakan bahwa keseimbangan hidup kota dan desa mengalami perubahan atau guncangan dengan adanya urbanisasi.

Konsep urbanisasi ini memiliki dua arti yaitu :
a)      Urbanisasi dalam arti sempit, yaitu menyangkut pertambahan kota dan pentingnya kota terhadap kehidupan masyarakat.
b)      Urbanisasi dalam arti luas, yaitu menyangkut suatu proses sosiologi ekonomis yang mempunyai banyak segi.

Urbanisasi ternyata memiliki dwi fungsi, disatu pihak sebagai daya tarik penduduk desa ke kota, di lain pihak berfungsi sebagai penyebar pengaruh cara hidup atau way of life. Dengan kata lain urbanisasi mempunyai sifat atau daya sentripetal dan sentrifugal.

Faktor-faktor urbanisasi:


  1. Faktor ekonomi 
    Faktor ekonomi merupakan faktor utama yang meyumbang kepada berlakunya proses migrasi ini. Kedudukan ekonomi yang mantap dan kukuh menyebabkan wujudnya banyak sektor-sektor pertanian, pembinaan dan perkilangan, sekaligus membuka peluang kepada rakyat sesebuah negara termasuk juga golongan pendatang yang datang khususnya untuk mencari rezeki di negara orang.
  2. Faktor Sosio-Budaya
    Sebenarnya faktor sosio-budaya juga memainkan peranan utama menyebabkan pendatang Indonesia semakin bertambah dari hari ke hari ke negara kita. Bahkan boleh dikatakan faktor sosiobudaya ini memainkan peranan yang sama pentingnya dengan faktor ekonomi, mennjadi daya tarikan kepada pendatang Indonesia ini.
  3. Faktor Kestabilan Politik
    Kestabilan politik sesebuah negara memainkan peranan yang penting dan berkait rapat dengan ekonomi negara dan proses migrasi antarabangsa. Sebuah negara yang aman dan makmur secara tidak langsung dapat mengelakkan berlakunya migrasi penduduk negara tersebut ke negara lain, sebaliknya menyebabkan penduduk negara lain berhijrah ke negara tersebut.
  4. Faktor Pendorong dan Penarik Urbanisasi

    Pada dasarnya ada dua pengelompokan faktor-faktor yang menyebabkan seseorang melakukan migrasi, yaitu faktor pendorong (push factor) dan faktor penarik (pull factor).

    Faktor-faktor pendorong (push factor) antara lain adalah:

    Makin berkurangnya sumber-sumber kehidupan seperti menurunnya daya dukung lingkungan, menurunnya permintaan atas barang-barang tertentu yang bahan bakunya makin susah diperoleh seperti hasil tambang, kayu, atau bahan dari pertanian.
    Menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal (misalnya tanah untuk pertanian di wilayah perdesaan yang makin menyempit).

    Adanya tekanan-tekanan seperti politik, agama, dan suku, sehingga mengganggu hak asasi penduduk di daerah asal.




Alasan pendidikan, pekerjaan atau perkawinan.
Bencana alam seperti banjir, kebakaran, gempa bumi, tsunami, musim kemarau panjang atau adanya wabah penyakit.

Faktor-faktor penarik (pull factor) antara lain adalah:

Adanya harapan akan memperoleh kesempatan untuk memperbaikan taraf hidup.
Adanya kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik.
Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan, misalnya iklim, perumahan, sekolah dan fasilitas-fasilitas publik lainnya.
Adanya aktivitas-aktivitas di kota besar, tempat-tempat hiburan, pusat kebudayaan sebagai daya tarik bagi orang-orang daerah lain untuk bermukim di kota besar.

Teori Malthus
Teori Kependudukan Malthus (pertumbuhan penduduk) yang menyatakan bahwa:
“ Pertumbuhan penduduk menurut deret ukur dan pertumbuhan ekonomi menurut deret hitung” 
.Maksudnya adalah bahwa jumlah penduduk akan berkembang lebih cepat daripada pertumbuhan ekonomi sehingga mengakibatkan upah tenaga kerja menjadi sangat murah danhanya cukup untuk biaya hidup sehari-hari (subsistensi).
Malthus memulai dengan merumuskan dua postulat yaitu:
Bahwa pangan dibutuhkan untuk hidup manusia
Bahwa kebutuhan nafsu seksuil antar jenis kelamin akan tetap sifatnya sepanjangmasa.
Atas dasar postulat tersebut Malthus menyatakan bahwa, jika tidak ada pengekangan,kecenderungan pertambahan jumlah manusia akan lebih cepat dari pertambahan subsisten(pangan). Perkembangan penduduk akan mengikuti deret ukur sedangkan perkembangansubsisten (pangan) mengikuti deret hitung dengan interval waktu 25 tahun seperti berikut:

Penduduk: 1      2      4      8      16      32      64      128       dst

(pangan)    1       2        3       4       5        6       7        8        dst

a)      Stetement:
Dari postulat Malthus, terdapat pengekangan perkembangan penduduk dapat berupa pengekangan segera dan pengekangan hakiki/mutlak. Yang dimaksud dengan factor  pengekangan adalah pangan, sedangkan pengekangan segera dapat berbentuk pengekangan prefentif dan pengekangan positif. Pengekangan prefentif adalah factor-faktor yang bekerjamengurangi angka kelahiran.Pengekangan prefentif yang dianjurkan Malthus adalah pengendalian diri dalam hal nafsu seksuil antar jenis seperti penundaan perkawinan. Pengekangan positif merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi angka kematian ; dapat berupa epidemi, penyakit-penyakit dan kemiskinan.
Namun teori kependudukan Malthus memiliki kelemahan-kelemahan, diantaranya:
Malthus terlalu menekankan keterbatasan persediaan tanah meskipun dia adalah salahseorang pengajur industrialisasi dan penggunaan tanah secara lebih efisien. Kenyataan dalamsetelah Malthus menunjukkan bahwa perbaikan teknologi pertanian seperti penggunaan pupuk buatan, pemakaian pestisida, dan irigasi yang efisien menghasilakan peningkatan produktivitas.

Dia kurang memperhitungkan bahwa, penemuan-penemuan baru, teknologi unggul danindustrialisasi dapat memberikan efek yang cukup berarti pada peningkatan tingkat hidup.

Sedangkan dalam ruang ketahanan pangan, untuk pertama kali hubungan antara pangan dan penduduk teori Malthus untuk pertama kali hubungan antara pangan dan penduduk dibicarakansecara sistematis oleh Malthus sekitar abad ke-19.Namun pada hakekatnya masalah pangantelah ada pada masa-masa sebelumnya.Di berbagai negeri, masa-masa makmur sering diselingioleh kekurangan pangan atau bahkan kelaparan masal yang merenggut banyak jiwa manusia.

Banyak faktor penyebab lemahnya ketahanan pangan nasional yang berakhir pada ironi bangsa. Dengan SDA memadai serta luas lahan pertanian sebesar 107 juta hektar dari total luasdaratan Indonesia sekitar 192 juta hektar, ternyata masih menyimpan cerita-cerita pilu.Berdasarkan dataBiro Pusat Statistik (2002), tidak termasuk Maluku dan Papua, sekitar 43,19 juta hektar telah digunakan untuk lahan sawah, perkebunan, pekarangan, tambak dan lading;lebih kurang 2,4 juta hektar untuk padang rumput, sedangkan 8,9 juta hektar untuk tanamankayu-kayuan; dan lahan yang tidak diusahakan seluas 10,3 juta hektar (Republika, 16/6/2006).

Faktor tersebut antara lain tidak berimbangnya produksi pangan dengan populasi penduduk.Aksioma Robert Malthus tentang deret ukur dan deret hitung agaknya dapat dirujuk di sini.Kendati tidak berlaku pada seluruh negara, tapi bagi negara berkembang yang sering dilandakasus pangan, Malthus mendekati benar. Konon 10% anak-anak di negara berkembangmeninggal sebelum mereka berusia lima tahun. Kebanyakan dari kematian karena lapar disebabkan oleh malnutrisi yang kronis akibat penderita tidak mendapatkan makanan yangcukup.Sering kali hal ini terjadi karena kemiskinan yang parah.
Terancam kelaparan saat ini, diantaranya 4,35 juta tinggal di Jawa Barat. Ancaman kelaparanini akan semakin berat, dan jumlahnya akan bertambah banyak. Seiring dengan mereka yangterancam kelaparan adalah penduduk yang pengeluaran per kapita sebulannya di bawah Rp.30.000,00.

Di antara orang-orang yang terancam kelaparan, sebanyak 272.198 penduduk Indonesia, berada dalam keadaan paling mengkhawatirkan. Dari jumlah itu, sebanyak 50.333 berasal dari Jawa Barat, diantaranya 10.430 tinggal di Kabupaten Bandung dan 15.334 orang tinggal diKabupaten Garut. Mereka yang digolongkan terancam kelaparan dengan keadaan palingmengkhawatirkan adalah penduduk dengan pengeluaran per kapita di bawah Rp 15.000,00 per  bulan sebanyak 14.108.


b)     Keterkaitan teori Malthus dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan  ketahanan  pangan
Usaha dari banyak Indonesia untuk menyediakan pangan bagi penduduk adalah dengangiat melakukan pembangunan atau modernisasi pertanian. Usaha ini dilakukan baik melalui perluasan tanah pertanian yang ada (ekstensifikasi) maupun meningkatkan produksi per hektarnya (intensifikasi)
Indonesia tercatat baru pada tahun 1968-1969 sebagai peserta revolusi hijau dengan luasareal 198.000 hektar yang pada tahun 1972-1973 menjadi 1.521.000 hektar, meskipunsesungguhnya Indonesia telah memulainya sekitar tahun 1964-1965. Pada tahun 1973 produksi padi dengan Bimas telah mencapai 52 kuital per hektar dan dengan Inmas 40 kuintal per hektar.

Adapun program transmigrasi setelah Indonesia merdeka dalam Pola Umum Pelita Ktiga(Lihat GBH N, TAP MPR No. II/MPR/1978) disebutkan antara lain: “Program transmigrasiditujukan untuk meningkatkan penyebaran penduduk dan tenaga kerja serta pembukaan dan pengembangan daerah produksi dan pertanian  baru dalam  rangka pembangunan daerah  khususnya di luar Jawa, yang dapat menjamin taraf hidup para transmigran, dan taraf hidupmasyarakat sekitar”.
Program Keluarga Berencana merupakan upaya pemerintah dalam mencegah danmengatur kelahiran.Pemerintah melaluivBadan Koordinasi KeluargaBerencana Nasionak (BKKBN) bergerak dalam penyebaran alat-alat dan pengetahuan kontrasepsi. Setiap desa dankota Petugas Lapang KB siap membantu keluarga-keluarga yang ingin memasuki program KB.

Dampak Urbanisasi

Dampak Urbanisasi terhadap Daerah Asal
Sebelum dilakukan pembahasan tentang dampak urbanisasi terhadap kehidupan masyarakat daerah asal, ada baiknya dikemukakan terlebih dahulu secara sepintas tentang liku-liku kehidupan mereka di kota tujuan. Penjelasan yang dikemuka-kan di dasarkan atas wawancara mendalam dengan beberapa informan dan juga atas pengamatan dalam beberapa kali kunjungan di tempat tinggal mereka di kota, khususnya yang ada di Jakarta.
Sebagai pendatang  di kota besar,  mereka perlu   proses adaptasi, untuk bisa bertahan hidup di kota. Dalam proses adaptasi pada berbagai aspek kehidupan di kota ini, peranan kerabat, teman, dan tetangga sedesa asal sangat penting. Pada awal kedatangan di kota umumnya mereka menumpang untuk sementara di tempat tinggal orang-orang yang telah terlebih dahulu berurbanisasi. Sedangkan dalam hal pekerjaan seringkali mereka magang terlebih dahulu kepada “seniornya” dengan cara mengikuti dan membantu pekerjaan yang dilakukan “seniornya” tersebut. Bila dirasa sudah mampu   barulah  dilepas untuk bekerja sendiri.

Dengan latar belakang pendidikan yang relatif  rendah, umumnya  hanya berpendidikan sekolah dasar, dan keterbatasan  ketrampilan modern yang memadai, sebagian besar dari mereka melakukan pekerjaan dalam bentuk usaha mandiri kecil-kecilan, dengan meng-gunakan peralatan dan ketrampilan seder-hana yang dikuasainya. Mereka bekerja se-bagai pedagang keliling seperti penjual bakso, mie ayam, buah dingin, es, soto ayam, jamu, atau mainan anak-anak; peda-gang kaki lima; tukang ojek; pengemudi bajaj; atau pekerjaan-pekerjaan lain yang umumnya merupakan bagian dari sektor informal di kota. Kemudahan memasuki la-pangan kerja di sektor informal nampaknya menjadi faktor utama yang menyebabkan mereka umumnya memasuki sektor ini.

Mereka beranggapan hi-dup di kota hanya untuk sementara waktu, sekalipun sebenarnya telah tinggal di kota puluhan tahun. Mereka masih tetap merasa sebagai orang desa, bahkan dari segi status kependudukan secara formal pun masih sebagai orang desa, hal ini ditunjukkan dari pemilikan KTP mereka. Dalam hal tempat tinggalpun mereka umumnya tidak pernah berfikir untuk memiliki tempat tinggal sendiri di kota, sehingga umumnya mereka kost atau kontrak kamar secara patungan satu kamar dihuni beberapa orang. Pengamatan yang dilakukan terhadap bebe-rapa lokasi menunjukkan bahwa tempat tinggal mereka umumnya nampak berjubel, sumpek, pengap, panas, dan umumnya ku-rang memenuhi syarat kesehatan. Terkesan bahwa rumah atau kamar yang mereka tempati di kota hanya untuk tempat tinggal sementara, sekedar tempat untuk beristira-hat. Pemilihan tempat tinggal yang demikian barangkali terkait dengan mahalnya sewa rumah/kamar di kota. Yang menarik bahwa tempat tinggal mereka di kota ini seringkali sangat bertolakbelakang dengan kondisi rumah yang mereka miliki di desa yang umumnya dibangun secara bagus. Hal ini akan dijelaskan pada bagian berikut.

Orang-orang Desa Jetis yang telah “berhasil” hidupnya di kota, pada umumnya masih mengadakan hubungan dengan desa asal, bahkan mengirimkan sebagian pengha-silannya ke desa asal. Namun bila disimak lebih mendalam, keberadaan urbanisasi ternyata tidak selalu membawa akibat yang menguntungkan bagi warga pedesaan.

Dampak Urbanisasi dalam Aspek Sosial Ekonomi
Sekalipun para urbanisan umumnya bekerja di sektor informal, tetapi dari segi penghasilan, dapat dikatakan cukup lumayan.Paling tidak, jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan peng-hasilan yang bisa diperoleh di desa asalnya. Menurut I nforman, seorang penjual jamu dalam sehari  memperoleh penghasilan Rp 20.000,- atau lebih, demikian juga pedagang yang lain pendapatan yang diperoleh tidak kurang dari Rp 10.000,- per hari. Upah sebagai buruh tani di desa paling tinggi Rp 5000,-. Peng-hasilan yang diperoleh para migran asal Desa Jetis nampaknya sesuai dengan temuan Papanek (1986:230) yang menunjukkan bahwa para migran ke kota umumnya bernasib lebih baik daripada ketika masih di pedesaan. Pendapatan mereka rata-rata meningkat dua pertiga kali lipat.
Tingginya kesenjangan pendapatan antara yang diperoleh di desa dengan di kota inilah barangkali yang menjadi penyebab utama banyaknya penduduk Desa Jetis melakukan urbanisasi. Temuan di atas nampaknya sejalan dengan pemikiran (Todaro, 1970:126) yang menyatakan bahwa keputusan bermigrasi merupakan suatu respons terhadap harapan tentang penghasil-an yang akan diperoleh di kota dibanding dengan yang diterima di desa, dan kemung-kinan memperoleh pekerjaan di kota.
Dijelaskan oleh beberapa informan bahwa tidak semua yang berurbanisasi dapat atau berhasil meningkatkan kehidupannya, ada di antaranya yang gagal sehingga memilih kembali tinggal di desa, namun tidak sedikit yang masih tetap bertahan tinggal di kota, meski dengan kondisinya sangat memprihatinkan, sehingga hampir tidak mampu untuk menyisihkan sebagian peng-hasilannya untuk ditabung. Secara lebih detail dapat dikemukakan tentang dampak urbanisasi dalam aspek sosial ekonomi.
Pertama, keberhasilan para migran yang melakukan urbanisasi dalam meningkatkan pendapatannya sebagian digunakan untuk membangun rumah di desa.Kenyataan itu dapat dilihat di desa Jetis, seperti misalnya banyak pembangunan rumah-rumah baru yang lebih permanen dan memenuhi syarat kesehatan. Rumah-rumah baru yang mereka bangun tersebut telah dilengkapi dengan perabotan rumah tangga modern, misalnya TV, Radio tape, kulkas, sepeda motor, dsb. Kemampuan untuk membangun rumah baru dan membeli perlengkapan rumah tangga ini tentu saja sesuai dengan kemampuan masing-masing migran.Berdasarkan pengamatan ada rumah yang dibangun bertingkat, pada hal menurut informasi pemilik rumah tidak lulus SD, dan bekerja sebagai pedagang di Jakarta. Kondisi tempat tinggal yang mereka miliki di desa ini seringkali bertolak belakang dengan kondisi tempat tinggal mereka selama hidup di kota, sebagaimana telah disinggung terdahulu.
Rumah-rumah baru umumnya dibangun dengan arsitektur model, akibatnya berdampak pada pembongkaran rumah tradisional yang kemudian dirubah menjadi model baru. Hal ini amat disayangkan karena rumah-rumah dengan arsitektur tradisional yang sebagian besar bahannya terbuat dari kayu semakin berkurang jumlahnya, dan dikhawatirkan nantinya akan semakin langka.
Kelebihan penghasilan yang diwujudkan dalam bentuk bangunan rumah ini juga menunjukkan keterbatasan imajinasi budaya mereka.Barangkali dilihat dari kacamata pemikiran rasional ekonomis, kelebihan penghasilan itu dapat digunakan oleh mereka untuk memperkuat modal usaha, tetapi hal ini nampaknya tidak banyak dilakukan oleh penduduk desa Jetis. Kelebihan penghasilan justru mereka guna-kan untuk membangun rumah baru di desa sementara mereka sendiri bekerja di kota, sehingga rumah-rumah yang telah terbangun megah tersebut ada yang tidak berpenghuni, atau hanya dihuni di saat mereka pulang kampung saja; tetapi ada juga yang ditem-pati oleh anak-anaknya saja sementara orang tuanya berada di kota; dan ada juga meminta kerabatnya, biasanya yang sudah tua, atau orangtuanya untuk menunggui rumah. Beberapa rumah bahkan ditempati orang dari luar daerah yang bekerja di sekitar desa, sementara mereka belum memiliki rumahsendiri.Dalam kasus demikian, biasanya mereka tidak diminta untuk membayar sewa rumah, melainkan hanya diminta merawat selama menempati rumah tersebut.
Kedua, ada yang memiliki kemampuan untuk menginvestasikan kelebihan penghasilannya dalam bentuk sawah dan pekarangan di desa. Hal ini dipandang sebagai dampak positif, artinya mereka telah mempunyai orientasi ke masa depan. Keinginaan menginvestasikan uang dalam bentuk tanah dan pekarangan di desa asal ini berkait dengan keinginan sebagian besar migran yang nantinya setelah tua mereka kembali ke desa.
Ketiga, keberhasilan migran di kota memberikan dampak pada kesejahteraan keluarga yang ditinggalkan. Dengan kelebihan penghasilan selama mereka bekerja di kota, akan berimbas pada keluarganya yang ditinggal di desa, sehingga dari segi pemenuhan kebutuhan hidup menjadi lebih baik. Sebagai orang desa yang hidup dalam keadaan subsistensi, ukuran kesejahteraan bagi mereka adalah terpenuhinya kebutuhan hidup mereka secara ekonomi, apalagi bila ada kelebihan penghasilan yang dapat diinvestasikan dalam bentuk lain. Bagi mereka, nampaknya tidak terlalu mempersoalkan apakah mereka berkumpul terus dengan keluarganya atau tidak, yang dipentingkan adalah terpenuhinya kebutuhan ekonomi.Hal ini dibuktikan dari ungkapan beberapa informan yang menyatakan bahwa dewasa ini mereka merasa lebih sejahtera dan lebih tenteran hidupnya, sekalipun harus berpisah sementara dengan keluarganya.

Keempat, keberhasilan meningkatkan penghasilan ini juga berdampak pada perbaikan fasilitas umum yang pembiaya-annya dilakukan secara swadaya.Dana untuk membangun fasilitas umum tersebut sebagian besar diperoleh dari penduduk yang melakukan urbanisasi.Berbagai fasilitas umum yang mengalami perbaikan di antaranya jalan-jalan desa yang sebagaian besar sudah diaspal, jembatan, dan tempat peribadatan. Dengan perbaikan prasarana jalan ini akan sedikit banyak mempengaruhi perekonomian desa.
Kelima, dalam bidang pertanian, keberhasilan dalam urbanisasi ini membawa dampak yang kurang mengun-tungkan.Kegiatan pertanian yang kurang diperhatikan sejak keber-hasilan penduduk Desa Jetis dalam bidang industri tenun pada beberapa dekade sebelumnya terus berlanjut hingga sekarang, apalagi sebagian penduduk berurbanisasi.Pada saat industri tenun masih jaya, banyak di antara pemilik sawah yang juga sebagai pengusaha tenun tidak mengerjakan sendiri sawah miliknya, karena penghasilan yang diperoleh waktu itu lebih kecil dibanding penghasilan dalam bidang industri tenun.Demikian juga penghasilan sebagai buruh tani lebih kecil dibanding sebagai buruh industri.Akibatnya pekerjaan di bidang pertanian lebih banyak dilakukan dengan mendatangkan buruh dari luar daerah.Saat ini, keberhasilan urbanisasi menyebabkan mere-ka semakin enggan pergi ke sawah, apalagi untuk generasi mudanya yang umumnya hampir tidak pernah bekerja di bidang pertanian.Karena itu, dewasa ini kesulitan yang dihadapi pemilik sawah adalah men-cari buruh tani, karena desa-desa lain di sekitarnya banyak warganya yang sekarang juga melakukan urbanisasi.Akibatnya, para pemilik sawah seringkali harus menda-tangkan buruh tani dari wilayah Kabupaten Purwodadi untuk menggarap sawahnya.Bahkan kadang-kadang ada sawah milik warga Desa Jetis yang terpaksa terbengkelai tidak tergarap karena kesulitan mencari buruh tani untuk menggarapnya.

Dampak Urbanisasi dalam Aspek Sosial-Budaya
Perbincangan mengenai akibat urbanisasi bagi masyarakat desa, selama ini lebih banyak mengungkapkan pada aspek sosial ekonomi, sementara sorotan terhadap aspek sosial budaya dirasakan masih kurang. Pada hal sebagaimana dinyatakan beberapa ahli seperti Zelinsky (1971:222) dan Lewis (1982:168) bahwa mobilitas penduduk me-megang peranan penting dalam perubahan sosial-budaya dengan cara membawa ma-syarakat dari kehidupan tradisional ke sua-sana dan cara hidup modern yang dibawa dari luar. Perubahan tersebut termasuk per-geseran nilai dan norma serta jaringan dan pola hubungan kekerabatan di pedesaan.

Sebenarnya tidaklah mudah menge-mukakan perubahan yang terjadi pada aspek sosial budaya ini, karena tidak begitu nampak secara nyata seperti halnya pada perubahan sosial ekonomi.Sehingga untuk mengetahuinya diperlukan pengamatan yang agak intensif dan wawancara mendalam dengan beberapa tokoh masyarakat yang benar-benar menguasai pemasalahan. Bebe-rapa perubahan dalam aspek sosial budaya antara lain tersebut di bawah ini.

Pertama, perubahan yang paling nampak dalam aspek sosial budaya adalah dalam bidang pendidikan.Beberapa infor-man mengemukakan bahwa sejak sekitar dua puluh tahun terakhir ini, yaitu sejak berangsurnya penduduk Desa Jetis melaku-kan urbanisasi, maka kesadaran penduduk untuk menyekolahkan semakin meningkat. Bila pada tahun 1970-an kebanyakan orang tua hanya menyekolahkan hingga tamat SD, dan sangat sedikit yang menyekolahkan hingga sekolah lanjutan, kini sebagian besar telah menyekolahkan anak-anak mereka hingga ke jenjang sekolah lanjutan atas, bahkan hingga perguruan tinggi. Di desa Jetis, tidaklah aneh bila orang tuanya   bekerja di kota sebagai pedagang bakso, sementara anaknya kuliah di perguruan tinggi. Tanpa mengabaikan pengaruh varia-bel lain, misalnya fasilitas pendidikan yang semakin banyak hingga ke pelosok desa, urbanisasi berdampak pada peningkatan kesadaran menyekolahkan anak, wawasan dan pemikiran semakin terbuka setelah ba-nyak berhubungan dengan masyarakat luar, dan melihat perkembangan pembangunan yang terjadi di tempat lain. Apalagi ke-sadaran ini semakin ditunjang peningkatan pendapatan sehingga mereka mampu membiayai pendidikan anaknya.

Kedua, urbanisasi juga berdampak pada perubahan peranan dan tanggung jawab wanita. Kenyataan ini terutama nampak pada wanita yang ditinggal suaminya bekerja di kota, mereka harus bertindak sebagai kepala rumah tangga selama suaminya tidak ada di rumah. Wanita tidak hanya bertanggung jawab atas kegiatan di dalam rumah tangga, tetapi juga harus melakukan kegiatan kemasyarakatan atas nama suami.  Secara tidak langsung mengubah kebiasaan menempat-kan kaum wanita hanya sebagai ibu rumah tangga serta berurusan dengan kegiatan wanita saja.Sebagaimana program pemerintah yang menuntut kaum wanita untuk turut serta dalam kegiatan di luar rumah tangga.

Ketiga, dampak urbanisasi juga ter-lihat pada kelembagaan keluarga, khususnya dalam sistem perkawinan, di mana sekarang ini orang tua tidak lagi dominan dalam menentukan pilihan jodoh bagi anaknya. Dalam kasus di Desa Jetis ini, banyak di antara pemuda-pemudinya yang memperoleh pasangan hidup dari luar daerah atas dasar pilihannya sendiri, dan kebanyakan jodohnya tersebut diperoleh di kota tempat mereka bekerja. Dampak lain adalah semakin meningkatnya usia perka-winan. Kalau pada tahun 1970-an anak gadis yang belum berumur 18 tahun sudah di-nikahkan, kini umur kawin telah meningkat dan cenderung “diprogram” oleh mereka sendiri.

Keempat, urbanisasi memberikan pengaruh pada meluasnya kerangka pemi-kiran penduduk desa serta mengubah perilaku masyarakat dari orientasi sosial ke orientasi komersial. Dalam hal ini telah terjadi perubahan apresiasi nilai uang pada seluruh warga desa, atau dengan kata lain meminjam istilah beberapa ahli, di desa tersebut telah terjadi monetisasi dan komersialisasi aktivitas yang semula bersifat sosial. Kegiatan gotong-royong yang selama ini dipandang merupakan aktivitas luhur yang kita banggakan kini semakin luntur. Contoh nyata dalam hal ini adalah bahwa dewasa ini kegiatan memperbaiki rumah, membangun pagar, membuat sumur, dan kegiatan-kegiatan lain di sekitar rumah tangga sekarang tidak lagi dilakukan dengan cara sambatan atau tolong-menolong antar tetangga, melainkan dilakukan dengan membayar tenaga tukang.

Kelima, dari segi hubungan kekera-batan, urbanisasi sering diasosiasikan dengan melemahnya atau longgar-nya hubungan kekerabatan. Dengan kata lain, makin meningkat kegiatan mobilitas penduduk akan semakin melonggarkan ke-terikatan mereka dengan kehidupan pen-duduk setempat. Lemahnya hubungan keke-rabatan sebenarnya tergantung dari persepsi yang diberikan.Secara fisik, memang kepergian mereka ke luar desa mengaki-batkan semakin berkurangnya kesempatan mereka untuk mengikuti acara atau peris-tiwa sosial di desa.Tetapi secara batiniah hubungan dan ikatan dengan daerah asal itu ada beragam perilaku.Ada yang memang merasa masih memiliki ikatan kuat dengan kerabatnya di desa.Hal ini ditunjukkan dengan perilaku kepulangan mereka setiap saat ke desa asal.Tetapi ada pula yang sudah mulai “ogah-ogahan” pulang ke desa, dan dengan demikian ikatan kekerabatan juga sudah melonggar.

Keenam, secara sosial, urbanisasi akan berpengaruh pada kesejahteraan ke-luarga migran yang bersangkutan. Hal ini berkait dengan kehidupan keluarga mereka yang terpaksa harus hidup terpisah sampai jangka waktu yang tidak diketahui batasnya. Sekalipun mereka pada waktu-waktu ter-tentu pulang ke desa, namun kese-jahteraan keluarga akan lebih terjamin bila mereka selalu berkumpul dalam satu rumah. Namun demikian, hal ini nampaknya tidak terlalu dirisaukan oleh orang desa, sebagai masyarakat desa yang biasa hidup sub-sistensi, nampaknya pemenuhan kebutuhan ekonomi lebih mendominasi pemikiran mereka dalam soal kesejahteraan hidupnya.

Ketujuh, orang-orang “sukses” di kota ini dapat menumbuhkan kemampuan dan keinginan untuk berkompetisi atau bersaing. Dari sisi positif kompetisi dan persaingan ini akan sehat dan baik apabila mendorong mereka terpacu dan semakin giat bekerja, sehingga keberhasilan ini akan semakin dapat dirasakan penduduk desa. Di sisi lain kompetisi dan persaingan ini akan menjadi tidak sehat karena membuahkan perilaku budaya baru yang disebut dengan budaya “pamer” dengan menggunakan ke-kuatan ekonomi. Karena budaya “pamer” ini tidak sesuai dengan budaya Jawa yang berusaha untuk konform dengan lingkungan sekitar.Dalam hal ini, orang mencari penga-kuan dan kehormatan melalui kekayaannya. Data di atas sesuai dengan sinyalemen Saefullah (1994:40) yang menyatakan penggunaan uang untuk membeli tanah, mendirikan rumah, membeli sepeda motor, dan alat-alat rumah tangga modern tam-paknya terdorong oleh apirasi mobilitas sosial.

Kedelapan, pengaruh urbanisasi juga nampak pada kebiasaan berpakaian dan makan.Perubahan dalam hal berpakaian tidak semata-mata karena evolusi alamiah, melainkan juga karena ada kontak dengan dunia luar atau ada pihak yang memper-kenalkan. Media massa dan iklan dapat mempengaruhi kebiasaan masyarakat dalam berpakaian dan makan, tetapi dampaknya tidak akan efektif apabila tidak ada orang yang memberikan contoh nyata dalam kesehariannya. Setelah melihat cara-cara baru berpakaian dan mengenal macam-macam makanan modern sekembalinya ke desa diperlihatkan kepada orang-orang desa.

Kesembilan, perubahan juga nampak pada pergaulan remaja, serta interaksi antara generasi muda dengan orang tua.Dari sisi positif, urbanisasi mendorong penduduk untuk memperluas pergaulan dan penga-laman, dengan akibat lebih lanjut pada keinginan mereka untuk meningkatkan ke-mampuan diri. Sedangkan di pihak lain sebagian remaja yang pergi ke kota mem-bawa kebiasaan baru yang bersifat negatif yang diperolehnya di kota seperti minum-minuman yang mengandung alkohol, ber-judi. Dampak negatif yang lain adalah mulai berkurangnya penghormatan terhadap orang tua. Memang hanya sedikit warga Desa Jetis yang melakukan kegiatan negatif semacam itu, meskipun demikian perilakunya dapat mengganggu kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Dalam hal interaksi antara generasi muda dengn orang tua seringkali ditemui adanya kesenjangan, baik dalam hal nilai, norma dan berakibat pada perilaku kesehariannya.

Dampak Urbanisasi terhadap Lingkungan kota
Akibat dari meningkatnya proses urbanisasi menimbulkan dampak-dampak terhadap lingkungan kota, baik dari segi tata kota, masyarakat, maupun keadaan sekitarnya.

Dampak urbanisasi terhadap lingkungan kota antara lain:

Semakin minimnya lahan kosong di daerah perkotaan
Pertambahan penduduk kota yang begitu pesat, sudah sulit diikuti kemampuan daya dukung kotanya. Saat ini, lahan kosong di daerah perkotaan sangat jarang ditemui.ruang untuk tempat tinggal, ruang untuk kelancaran lalu lintas kendaraan, dan tempat parkir sudah sangat minim. Bahkan, lahan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) pun sudah tidak adalagi.Lahan kosong yang terdapat di daerah perkotaan telah banyak dimanfaatkan oleh para urban sebagai lahan pemukiman, perdagangan, dan perindustrian yang legal maupun ilegal.Bangunan-bangunan yang didirikan untuk perdagangan maupun perindustrian umumnya dimiliki oleh warga pendatang.Selain itu, para urban yang tidak memiliki tempat tinggal biasanya menggunakan lahan kosong sebagai pemukiman liar mereka.hal ini menyebabkan semakin minimnya lahan kosong di daerah perkotaan.

Menambah polusi di daerah perkotaan
Masyarakat yang melakukan urbanisasi baik dengan tujuan mencari pekerjaan maupun untuk memperoleh pendidikan, umumnya memiliki kendaraan. Pertambahan kendaraan bermotor roda dua dan roda empat yang membanjiri kota yang terus menerus, menimbulkan berbagai polusi atau pemcemaran seperti polusi udara dan kebisingan atau polusi suara bagi telinga manusia.

Penyebab bencana alam
Para urban yang tidak memiliki pekerjaan dan tempat tinggal biasanya menggunakan lahan kosong di pusat kota maupun di daerah pinggiran Daerah Aliran Sungai (DAS) untuk mendirikan bangunan liar baik untuk pemukiman maupun lahan berdagang mereka. Hal ini tentunya akan membuat lingkungan tersebut yang seharusnya bermanfaat untuk menyerap air hujan justru menjadi penyebab terjadinya banjir. Daerah Aliran Sungai sudah tidak bisa menampung air hujan lagi.

Pencemaran yang bersifat sosial dan ekonomi
Kepergian penduduk desa ke kota untuk mengadu nasib tidaklah menjadi masalah apabila masyarakat mempunyai keterampilan tertentu yang dibutuhkan di kota. Namun, kenyataanya banyak diantara mereka yang datang ke kota tanpa memiliki keterampilan kecuali bertani. Oleh karena itu, sulit bagi mereka untuk memperoleh pekerjaan yang layak. Mereka terpaksa bekerja sebagai buruh harian, penjaga malam, pembantu rumah tangga, tukang becak, dan pekerjaan lain yang sejenis. Bahkan,masyarakat yang gagal memperoleh pekerjaan sejenis itu menjadi tunakarya, tunawisma, dan tunasusila.

Penyebab kemacetan lalu lintas
Padatnya penduduk di kota menyebabkan kemacetan dimana-mana, ditambah lagi arus urbanisasi yang makin bertambah. Para urban yang tidak memiliki tempat tinggal maupun pekerjaan banyak mendirikan pemukiman liar di sekitar jalan, sehingga kota yang awalnya sudah macet bertambah macet. Selain itu tidak sedikit para urban memiliki kendaraan sehingga menambah volum kendaraan di setiap ruas jalan di kota.

Merusak tata kota
Tata kota suatu daerah tujuan urban bisa mengalami perubahan dengan banyaknya urbanisasi. Urban yang mendirikan pemukiman liar di pusat kota serta gelandangan-gelandangan di jalan-jalan bisa merusak sarana dan prasarana yang telah ada, misalnya trotoar yang seharusnya digunakan oleh pedestrian justru digunakan sebagai tempat tinggal oleh para urban. Hal ini menyebabkan trotoar tersebut menjadi kotor dan rusak sehingga tidak berfungsi lagi.

Solusi mengatasi Urbanisasi
Peran pemerintah pusat sangat tinggi dalam menciptakan lapangan kerja yang lebih terencana dan permanen di desa, terutama desa tertinggal, lewat menteri yang terkait.
Peranan bupati kepala daerah, pemda, kepala desa sangat dibutuhkan dalam memberi prioritas pembangunan pedesaan terutama dalam pengurangan kemiskinan dan peluang penciptaan tenaga kerja.
Perlu adanya insentif bagi pemuda yang mau membantu atau berperan dalam pembangunan pedesaan,
Perlunya penggalanan dana baik dari pajak, zakat dan shodakoh untuk membangkitkan peluang usaha baru,
Perlu ada komunikasi kota desa sehingga untuk setiap pemuda yang meninggalkan desa harus berkontribusi dalam pembangunan desa,
Hindari profokasi yang berlebihan terhadap enaknya hidup di kota,
Promosikan enaknya hidup di desa





Ø SYARAT-SYARAT DESA
Mempunyai wilayah, Adanya penduduk, Mempunyai pemerintahan, Berada langsung di bawah camat, Mempunyai kebiasaan-kebiasaan pergaulan sendiri.

Ø FUNGSI DESA
Fungsi Desa sebagai :
sumber bahan pangan, penghasilan bahan mentah, penghasil tenaga kerja, pusat-pusat industri kecil.

Ø KLASIFIKASI DESA
Berdasarkan tingkat pembangunan dan kemampuan mengembangkan potensi yang dimilikinya,desa dapat diklasifikasikan menjadi berikut ini :
a. Desa swadaya
Desa swadaya adalah suatu wilayah pedesaan yang hampir seluruh masyarakatnya mampu memenuhi kebutuhannya dengan cara mengadakan sendiri.


Ciri-ciri desa swadaya :
1) Daerahnya terisolir dengan daerah lainnya.
2) Penduduknya jarang.
3) Mata pencaharian homogen yang bersifat agraris.
4) Bersifat tertutup.
5) Masyarakat memegang teguh adat.
6) Teknologi masih rendah.
7) Sarana dan prasarana sangat kurang.
8) Hubungan antarmanusia sangat erat.
9) Pengawasan sosial dilakukan oleh keluarga.
b. Desa swakarya
Desa swakarya adalah desa yang sudah bisa memenuhi kebutuhannya sendiri,kelebihan produksi sudah mulai dijual kedaerah-daerah lainnya.


Ciri-ciri desa swakarya :
1) Adanya pengaruh dari luar sehingga mengakibatkan perubahan pola pikir.
2) Masyarakat sudah mulai terlepas dari adat.
3) Produktivitas mulai meningkat.
4) Sarana prasarana mulai meningkat.
5) Adanya pengaruh dari luar yang mengakibatkan perubahan cara berpikir.



C . Desa swasembada


Desa swasembada adalah desa yang lebih maju dan mampu mengembangkan semua potensi yang ada secara optimal,dengan ciri-ciri berikut :
1) Hubungan antarmanusia bersifat rasional.
2) Mata pencaharian homogen.
3) Teknologi dan pendidikan tinggi.
4) Produktifitas tinggi.
5) Terlepas dari adat.
6) Sarana dan prasarana lengkap dan modern.


Ø CIRI-CIRI MASYARAKAT DESA
a. Kehidupan tergantung pada alam
b. Toleransi sosialnnya kuat
c. Adat-istiadat dan norma agama kuat
d. Kontrol sosialnya didasarkan pada hokum informal
e. Hubungan kekerabatan didasarkan pada Gemeinssehaft (paguyuban)
f. Pola pikirnya irrasional
g. Struktur perekonomian penduduk bersifat agraris.


  • Homogeny social
    Biasanya desa terdiri dari beberapa kerabat yang masih mempunyai hubungan erat
  • Hubungan primer
    Dengan hubungan yang masih erat sehingga sifat kebersamaan, kegotong royongan sangat tercermin dalam keseharianya.
  • Mempiunyai kontrol social yang kletat
    Masalah yang dihadapi merupakan masalah bersama dan juga harus diselesaikan dan disoroti bersama pula.
  • Nilai kegotong royongan masih subur
  • Terdapat ikatan social yang berupa nilai-nilai yang berupa nilai-nilai adat dan kebudayaan yang harus dipatuhi oleh setiap anggpta masyarakat

Ø POTENSI DESA
potensi fisik : pertanian
potensi social : gotong royong, apatur desa, lembaga social

Ø FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SISTEM PERHUBUNGAN DESA
Topografi, Letak desa, Fungsi desa


Ø DEFINISI DESA

A. Menurut UU No. 5 Tahun 1979

DESA adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk, sebagai kesatuan masyarakat hokum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat dan mempunyai hak otonomi dalam ikatan negara kesatuan RI.


B. Menurut SUTARDJO KARTOHADIKUSUMO


DESA adalah suatu kesatuan hukum di mana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri.


C. Menurut tinjauan geografi


DESA adalah suatu perwujudan geografis, yang ditimbulkan oleh unsure-unsur fisigrafis, sosial, ekonomi, politik dan budaya dan memiliki hubungan timbal-balik dengan daerah lain.

Ø POLA PERSEBARAN DESA

Faktor-faktor yang mempengaruhi pola persebaran desa:

Letak desa, Keadaan iklim, Kesuburan tanah, Tata air, Keadaan ekonomi, Keadaan budaya
Ø POLA PERSEBARAN DESA
1. Pola memanjang mengikuti jalan raya. Pola ini umumnya terdapat di pedalaman
2. Pola mengikuti rel kereta api
3. Mengikuti garis pantai
4. Pola masyarakat


Penyebarannya:


a. Terdapat di daerah pegunungan (dataran tinggi)
b. Daerah yang berelief kasar
5. Pola Desa Tersebar
Pola desa yang tidak teratur. Pola desa ini banyak dijumpai di daerah Karst (Kapur)


Ø DEFINISI KOTA

A. Menurut MENTERI DALAM NEGERI RI NO. 4/1980

1.KOTA adalah suatu wilayah yang mempunyai batas administrasi wilayah
2. KOTA adalah lingkungan kehidupan yang mempunayi cirri non-agraris


B. Secara GEOGRAFIS


KOTA adalah suatu bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsure-unsur alami dan non-alami dengan gajala pemusatan penduduk tinggi, corak kehidupan yang heterogen, sifat penduduknya individualistis dan materialistis.


Ø CIRI FISIK KOTA
Adanya sarana ekonomi, Gedung pemerintahan, Alun-alun, Tempat parker, Sarana rekreasi, Sarana olah raga, Komplek perumahan.

Ø CIRI MASYARKAT KOTA
Ciri Masyarakat Kota:
– Adanya keanekaragaman penduduk
– Sikap penduduk bersifat individualistik
– Hubungan sosial bersifat Gesselsehaft (Patembayan)
– Adanya pemisahan keruangan yang dapat membentuk komplek-komplek tertentu
– Norma agama tidak ketat
– Pandangan hidup kota lebih rasional

Ø KLASIFIKASI KOTA
A. Menurut Jumlah Penduduk
1. Kota Kecil =penduduknya antara 20.000-50.000 jiwa
2. Kota sedang =penduduknya antara 50.000-100.000 jiwa
3. Kota besar =penduduknya antara 100.000-1.000.000 jiwa
4. Metropolitan =penduduknya antara 1.000.000-5.000.000 jiwa
5. Megapolitan =penduduknya lebih dari 5.000.000 jiwa


B. Menurut tingkat perkembangan


  1. . Tahap eopolis adalah tahap perkembangan desa yang sudah teratur dan masyarakatnya merupakan peralihan dari pola kehidupan desa kea rah kehidupan kota.
  2. Tahap polis adalah suatu daerah kota yang sebagian penduduknya masih mencirikan sifat-sifat agraris.
  3. Tahap metropolis adalah suatu wilayah kota yang ditandai oleh penduduknya sebagaian kehidupan ekonomi masyarakat ke sector industri.
  4. Tahap megapolis adalah suatu wilayah perkotaan yang terdiri dari beberapa kota metropolis yang menjadi satu sehingga membentuk jalur perkotaan.
  5. Tahap tryanopolis adalah suatu kota yang ditandai dengan adanya kekacauan pelayanan umum, kemacetan lalu-lintas, tingkat kriminalitas tinggi.
  6. Tahap necropolis (Kota mati) adalah kota yang mulai ditinggalkan penduduknya.


Penyebab urbanisasi atau perpindahan penduduk perdesaan ke perkotaan terjadi karena adanya daya tarik (pull factors) dari perkotaan dan daya dorong (push factors) dari perdesaan. Faktor Pendorong dari Desa:
  • Faktor pendorong dan desa yang menyebabkan terjadinya urbanisasi sebagai beriikut.
  • Terbatasnya kesempatan kerja atau lapangan kerja di desa.
  • Tanah pertanian di desa banyak yang sudah tidak subur atau mengalami kekeringan.
  • Kehidupan pedesaan lebih monoton (tetap/tidak berubah) daripada perkotaan.
  • Fasilitas kehidupan kurang tersedia dan tidak memadai.
  • Upah kerja di desa rendah.
  • Timbulnya bencana desa, seperti banjir, gempa bumi, kemarau panjang, dan wabah penyakit.
Faktor Penarik dari Kota
  • Faktor penarik dan kota yang menyebabkan terjadinya urbanisasi sebagai berikut.
  • Kesempatan kerja lebih banyak dibandingkan dengan di desa.
  • Upah kerja tinggi.
  • Tersedia beragam fasilitas kehidupan, seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, transportasi, rekreasi, dan pusat-pusat perbelanjaan.
  • Kota sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, ilmu pengetahuan, dan teknologi. 
Terjadinya urbanisasi membawa dampak positil dan negatif, baik bagi desa yang ditinggalkan, maupun bagi kota yang dihuni. Dampak positif urbanisasi bagi desa (daerah asal) sebagai berikut.
  • Meningkatnya kesejahteraan penduduk melalui kiriman uang dan hasil pekerjaan di kota.
  • Mendorong pembangunan desa karena penduduk telah mengetahui kemajuan dikota.
  • Bagi desa yang padat penduduknya, urbanisasi dapat mengurangi jumlah penduduk.
  • Mengurangi jumlah pengangguran di pedesaan.
Adapun dampak negatif urbanisasi bagi desa sebagai berikut:

  • Desa kekurangan tenaga kerja untuk mengolah pertanian.
  • Perilaku yang tidak sesuai dengan norma setempat sering ditularkan dan kehidupan kota.
  • Desa banyak kehilangan penduduk yang berkualitas.
Dampak Urbanisasi bagi Kota terdiri dari dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif urbanisasi bagi kota sebagai berikut.
  • Kota dapat memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja.
  • Semakin banyaknya sumber daya manusia yang berkualitas.
Dampak negatif urbanisasi bagi kota sebagai berikut.
  • Timbulnya pengangguran.
  • Munculnya tunawisma dan gubuk-gubuk liar di tengah-tengah kota.
  • Meningkatnya kemacetan lalu lintas.
  • Meningkatnya kejahatan, pelacuran, perjudian, dan bentuk masalah sosial lainnya.

SOAL
1.Permasalahan apa saja yang dialami masyarakat kota dengan masyarakat desa?
Masyarakat kota lebih metropolitan bergaya hidup tinggi, mudah stress dan perlu waktu luang untuk kebutuhan jasmani dan rohani, terkadang orang desa menganggap akan mendapatkan ekonomi yang lebih baik, dan masyarakat berbondong-bondong ke kota sehingga meninggalkan desa.Padahal kebutuhan sandang, papan, pakaian berbahan dasar dari alam jika mempunyai keahlian dan ilmu untuk memaanfaakan kelimpahan alam Indonesia besar kemungkinan akan mendapatkan ekonomi yang lebih baik dibandingkan bekerja di kota, menjadi manusia sendiri menciptkan lapangan kerja membantu mensejahterakan masyarat itu hal yang lebih baik.
Masyarakat desa kurang berpikir luas terlalu apa adanya, pasrah dengan apa yang ada, sebagian masyarakat desa tingkat pendidikanpun rendah namun tidak menutup kemugkinan ada juga yang berpendidikan tinggi. Namun dengan ketidakmampuan untuk memiliki ilmu serta pendidikan yang tinggi sehingga pemanfaatan pengelolaan sumber daya alam di olah dengan tradisional dan beberapa pengelolaan sumber daya dikuasai oleh pihak asing karna mereka memiliki keahlian , ilmu dan pendidikan yang lebih tinggi.

2.Jika kita tinggal didesa apakah ingin pindah ke desa?
Jika saya punya keahlian dan pengetahuan khusus sumber daya alam  dan mempunyai lahan yang cukup untuk mengolahnya saya ingin tinggal di desa untuk memanfaatkan sumber daya alam dan mengolahnya untuk mata pencaharian saya.