Pada tulisan ini akan dikaji empat kasus yang
berbeda, tetapi berkaitan satu sama lain dengan proses pembuatan
keputusan oleh para manajer. Sebelum membahas keterkaitan keterkaitan
diantara kasus tersebut dalam tema besar pengambilan keputusan
maka bagian berikut akan terlebih dahulu menguraikan intisari dari
setiap kasus sebagai gambaran untuk memahami analisis yang dilakukan.
Kasus I: The Offended
Colonel
Kasus ini mengisahkan tentang
seorang Profesor bernama Benjamin Cheever dan mahasiswanya di Senior
Commanding Officer Executive Institute. Pada suatu kesempatan, Prof.
Ben diberi kesempatan untuk memberikan kuliah kepada mahasiswanya yang
berasal dari kalangan militer. Ben memiliki ide baru berkaitan dengan
cara memberikan kuliah. Ia berniat menerapkan metode kasus yang lebih
mementingkan diskusi dan adu argumentasi di dalam kelas yang
diberikannya. Awalnya Ben yakin bahwa metode yang akan diterapkannya akan
berhasil dengan kelasnya saat ini. Tetapi setelah berada di ruang
kuliahnya, ia menghadapi kenyataan metodenya sulit untuk dijalankan dengan
baik, karena mahasiswa cenderung tidak memiliki silang pendapat. Agar
dapat menghidupkan suasana diskusi, Ben kemudian merekayasa diskusi
tersebut dengan caranya sendiri. Ia melontarkan pendapat yang bersilangan
dan berusaha membangkitkan semangat mahasiswanya. Ben
kadang-kadang juga menggunakan selipan kata-kata kotor dalam pendapatnya.
Diskusi berhasil berlangsung sesuai dengan cara tersebut. Namun di
saat-saat menjelang akhir sesi kuliahnya Ben mendapatkan pertanyaan
dari seorang mahasiswa mengenai kebiasaannya dalam menggunakan
kata-kata kotor untuk mengemukakan gagasan/penyampaian
kuliah. Ben dengan cepat dapat berkelit bahwa pernyataan tersebut tidak
ditujukan kepada orang tertentu. Mahasiswi tersebut minta maaf,
tetapi melontarkan lagi satu pertanyaan, apakah Ben tidak merasa bersalah
kepada satu-satunya wanita yang menjadi mahasiswinya di kelas
tersebut dan tidakkah ia harusnya meminta maaf? Ben harus berpikir keras
merespon kondisi yang belum diperkirakannya.
Kasus II: Tiberg Company
Kasus
Tiberg Company
menceritakan proses manajemen perusahaan yang dilakukan oleh Mr. Porter. Ia baru
saja diberi kewenangan baru untuk memimpin perusahaan yang sedang
mengalami masalah dengan pemesanan bahan baku untuk produksi. Tiberg
Company memiliki 20 pabrik yang tersebar di Eropa dan Asia. Hampir
setiap saat secara tidak terduga, perusahaan cabang/pabrik mengajukan
pesanan bahan baku tambahan, sementara
perusahaan induk sudah
membuat kontrak pesanan untuk jangka waktu satu tahun. Penambahan
mendadak tentu akan sangat menyulitkan. Porter kemudian mengambil
inisiatif untuk melakukan sentralisasi pemesanan. Pabrik diminta untuk
menghitung dengan cermat keperluan seluruh bahan baku dan hal tersebut
harus disampaikan kepada perusahaan induk sebelum perusahaan induk
melakukan pemesanan kepada pemasok. Ide tersebut disampaikan kepada
pimpinan tertinggi. Pimpinan menyetujui dan meminta agar Porter juga
mengunjungi setiap pabrik untuk mengambil sendiri pesanan jika sampai batas waktu mereka tidak melaporkan pesanan. Porter merasa hal tersebut tidak
perlu. Ia cukup mengirimkan surat kepada manajer setiap pabrik
untuk hal itu. Ia melakukannya dan hasilnya setiap manajer pabrik
menyambut baik gagasannya dan menjalankan sistem
tersebut dengan baik.
Kasus III : FV Holding
Company
FV
Holding Company adalah
salah satu anak perusahaan FV Trading yang bergerak dalam bidang
ekspor udang dari Filiphina ke Jepang. Perusahaan ini berkembang pesat dan
berkompetisi dengan sangat ketat dengan anak perusahaan yang lain
maupun kompetitor di luar grup perusahaan. Perusahaan menyadari
dalam menjalani kompetisi beberapa tahun terakhir telah terjadi kebocoran
dana operasional yang sangat besar, meskipun perusahaan tetap berjalan
dan tingkat permintaan terus bertambah. Masalahnya adalah pada
berbagai biaya dan beban yang harus ditanggung perusahaan dari bisnis
yang dijalankan karena terjadi perbedaan besar nilai mata uang antara di
Philipina dengan Jepang. Improtir dari Jepang mengehndaki penurunan
harga, sementara jika hal itu dilakukan perusahaan akan mengalami
kerugian meskipun permintaan bertambah. Oleh
sebab itu FV Holding
perlu meninjau kembali sistem operasinya, terutama berkaitan dengan alokasi
jenis usaha dan biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan.
Perhitungan dengan pendekatan akuntansi manajemen untuk keputusan
manajerial harus dilakukan. Perusahaan melakukannya dengan menggunakan contoh
pesanan dari Saki. Hasilnya sungguh mengejutkan, ternyata
perusahaan tidak memperhitungkan banyak sekali
cost driver, expense
driver, dan potensi porfit.
Kasus IV: Nissan U Turn
1999 – 2001
Perusahaan skala besar sekelas
Nissan juga dapat mengalami masalah sulit berkaitan
dengan skala ekonominya
dalam bersaing dengan kompetitor. Sejak tahun 1998, Nissan
mengidentifikasi banyak kerugian yang dialami dalam operasi perusahaan.
Penyebabanya adalah inefisiensi, terlalu banyak sumberdaya yang
dialokasikan untuk produksi dan pemasaran. Nissankemudian meminta Ghosn
untuk melakukan restrukturisasi pada pabrik
Nissan dalam rangka
efisiensi. Ghosn setuju, dan dalam menjalankan tugasnya banyak
keputusan-keputusan tidak populer yang dibuatnya. Tentu ini menuntut penyesuaian
dari seluruh komponen perusahaan yang terlibat. Perubahan yang
dilakukan Ghosn antara lain: pengurangan jumlah tenaga kerja,
meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab karyawan, mengaktifkan
team work, menumbuhkan kesadaran bahwa burning platform dan reengenering
merupakan suatu kewajaran, penghematan, standarisasi keuangan
internasional. Tantangan terbesar bagi Gohsn adalah mengubah mindset
dari anggota perusahannya. Hasilnya sangat menakjubkan bagi Nissan. Nissan berhasil mengatasi krisis, tetapi bagaimana kelanjutannya?
Analisis Kasus
Dalam keempat kasus terlihat dengan
jelas bahwa manajemen terhadap aspek-aspek ekonomi perusahaan
menyangkut pengambilan keputusan oleh manajer untuk membuat perusahaan tetap
bergerak dalam koridor untuk menuju pada tujuannya. Keputusan yang
dibuat oleh manajer bukan suatu langkah mudah. Pembuatan
keputusan dapat dilakukan dengan cara intuitif maupun berdasarkan pada pengalaman
emprik. Pada keempat kasus, hampir tidak ada manajer yang membuat
keputusan murni dengan salah satu cara tersebut. Semuanya
memadukan antara intuisi yang dimiliki dengan pengalaman-pengalaman
mereka secara empirik terkait dengan bidang tugasnya. Walaupun
demikian, asumsi-asumsi yang ditetapkan bisa saja tidak merupakan suatu
kewajaran. Asumsi tersebut berlaku dan dianggap tepat sesuai dengan
kondisi perusahaan atau lingkungan yang dipimpinnya.
Keputusan
Yang dibuat para manajer
boleh saja tidak populer, tetapi dapat juga mengikui pola-pola umum.
Untuk mendapatkan kompetensi utama dari perusahaan, kadang kala
manajer membuat keputusan-keputusan yang tidak populer. Keputusan
tersebut bisa saja berseberangan dengan budaya kerja perusahaan. Tidak menjadi
masalah, di sinilah letak tantangan terbesar manajer untuk dapat
menghasilkan budaya organisasi yang baru. Dalammanajemen proses ini
dikenal dengan banyak istilah, seperti business process reenginering atau
setting mindset, atau burning platfrom and renew one.
Hasil dari keputusan baru
dapat ditentukan setelah dijalankan. Manajer yang
baik tentunya memiliki komitemen untuk menjalankan keputusan
sampai pada saat hasil dari keputusan dievaluasi. Bisa saja keputusan
tersebut gagal. Kegagalan dapat menjadi sebuah pengalaman yang berati
untuk memikirkan langkah dan strategi baru. Pada hampir semua kasus,
ide-ide cemerlang justru timbul ketika perusahaan mengalami kesulitan dan
masalah. Di sinilah letak pentingnya sensitifitas bisnis,
komunikasi, knowledge management, dan teamwork. Komponen-komponen
tersebut terbukti dapat menjawab pelaksanaan keputusan yang telah
dibuat oleh manajer.
Manajer dalam menjalankan perusahaan
harus siap menghadapi risiko. Oleh sebab itu, selain membuat keputusan
manajerial dalam bidang operasional perlu juga dilakukan manajemen
risiko terhadap operasional dan keputusan yang telah dibuat.
Perkembangan dan operasi perusahaan pada dasarnya harus menjalani siklus bisnis.
Sampai pada saatnya, perusahaan mungkin akan berada di bawah, tetapi
dengan keputusan yang tepat perusahaan harus mampu bangkit kembali
mungkin dengan perubahan pada platform ataupun kebijakan yang
diterapkan.
Masa depan tidak dapat
diprediksi dengan tepat oleh proses
pengambilan keputusan dengan teknik secanggih apapun juga. Yang mungkin
dilakukan oleh para manajer profesional adalah mengantisipasi
dengan penerapan manajemen yang tepat. Berbagai teknik dan metode
manajemen modern tetap menekankan bahwa perusahaan harus berani mengambil
risiko dan menanggung risiko, tetapi dengan memperhatikan usaha untuk
memperkecil risiko dan impac dari beragam risiko tersebut.
Seberapa hebatnya manajer
yang menjalankan tugas tidak akan berarti
apa-apa tanpa dukungan dari para pekerja di dalam perusahaan. Manajer
berfungsi mengarahkan, mengendalikan, mengawasi, dan melakukan
evaluasi terhadap rencana-rencana yang telah
ditetapkan. Operasi tetap
kembali kepada para karyawan dan unit kerja. Rasa memiliki perusahaan,
karisma, dan kepemimpinan sangat penting bagi para manajer untuk dapat
membuat programnya dapat berjalan dan dilaksanakan dengan baik
oleh para karyawan. Hasil akhirnya tentu saja perusahaan mendapatkan
tujuannya: profit dan satisfaction bagi karyawan serta customer
satsfaction and customer loyality.
Sumber:
1.
Abby Hansen, Cases: The
Offended Colonel (A), HBS Case No. 9-383-061,
Case for the Developing
Discussion Leadership Skill and Teaching by The
Case Method Seminars.
2. Harvard Business
School Case 9-487-079,
Tiberg Company, Case for
class discussion modeled on The Deshman
Company Case 9-642-001.
3. Buenaventura F. Canto
III and Victor E.
Lenicky (Professor of
Business Management, Asian Institute of
Management, Makati City,
Philippines), First Visayas Holding Company.
4.
INSEAD, Nissan’s U-Turn:
Condenses Version of Redesigning Nissan, Kasus
Diskusi Kelas Kuliah
Ekonomi Manajerial, Oktober 2003.
https://mmuntan20.wordpress.com/2009/01/07/kasus-kasus-manajerial/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar