Masyarat perdesaan dan perkotaan
Bab I
1.Masyarakat
perkotaan
A.Definisi
Masyarakat
Masyarakat (yang
diterjemahkan dari istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk
sebuah sistem semi tertutup atau sebaliknya, dimana kebanyakan interaksi adalah
antara individu-individu yang terdapat dalam kelompok tersebut. Kata
"masyarakat" berakar dari bahasa Arab, musyarakah. Arti yang lebih
luasnya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar
entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah kelompok atau komunitas yang
interdependen atau individu yang saling bergantung antara yang satu dengan
lainnya. Pada umumnya sebutan masyarakat dipakai untuk mengacu sekelompok
individu yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.
B.Pengertian dan Ciri
ciri masyarakat kota dan desa
i.Wirth
Kota adalah suatu pemilihan yang cukup besar, padat dan
permanen, dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya.
ii.Max Weber
Kota menurutnya, apabila penghuni setempatnya dapat
memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya dipasar lokal.
iii.Dwigth Sanderson
Kota ialah tempat yang berpenduduk sepuluh ribu orang
atau lebih.
Dari beberapa pendapat secara umum dapat dikatakan
mempunyani ciri-ciri mendasar yang sama. Pengertian kota dapat dikenakan pada daerah
atau lingkungan komunitas tertentu dengan tingkatan dalam struktur
pemerintahan.
Menurut konsep Sosiologik sebagian Jakarta dapat
disebut Kota, karena memang gaya hidupnya yang cenderung bersifat
individualistik.
Marilah sekarang kita meminjam lagi teori Talcott Parsons mengenai tipe masyarakat kota yang diantaranya mempunyai ciri-ciri :
Marilah sekarang kita meminjam lagi teori Talcott Parsons mengenai tipe masyarakat kota yang diantaranya mempunyai ciri-ciri :
a). Netral Afektif
Masyarakat Kota memperlihatkan sifat yang lebih
mementingkat Rasionalitas dan sifat rasional ini erat hubungannya dengan konsep
Gesellschaft atau Association. Mereka tidak mau mencampuradukan hal-hal yang
bersifat emosional atau yang menyangkut perasaan pada umumnya dengan hal-hal
yang bersifat rasional, itulah sebabnya tipe masyarakat itu disebut netral
dalam perasaannya.
b). Orientasi Diri
Manusia dengan kekuatannya sendiri harus dapat
mempertahankan dirinya sendiri, pada umumnya dikota tetangga itu bukan orang
yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan kita oleh karena itu setiap orang
dikota terbiasa hidup tanpa menggantungkan diri pada orang lain, mereka
cenderung untuk individualistik.
c). Universalisme
Berhubungan dengan semua hal yang berlaku umum, oleh
karena itu pemikiran rasional merupakan dasar yang sangat penting untuk
Universalisme.
d). Prestasi
Mutu atau prestasi seseorang akan dapat menyebabkan orang
itu diterima berdasarkan kepandaian atau keahlian yang dimilikinya.
e). Heterogenitas
Masyarakat kota lebih memperlihatkan sifat Heterogen,
artinya terdiri dari lebih banyak komponen dalam susunan penduduknya.
Ini adalah beberapa ciri-ciri masyarakat kota dan
desa
Masyarakat kota :
Masyarakat kota :
- Kehidupan keagamaan berkurang dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa.
- Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain. Yang penting disini adalah manusia perorangan atau individu.
- Pembagian kerja di antara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata.
- Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota dari pada warga desa.
- Interaksi yang lebih banyak terjadi berdasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi.
- Pembagian waktu yang lebih teliti dan sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan individu.
- Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh.
Masyarakat desa :
- Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa.
- Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukuan terhadap kebiasaan.
- Cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam sekitar seperti : iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.
- Didalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar batas wilayahnya.
- Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan.
- Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian.
- Masyarakat tersebut homogen, seperti dalam hal mata pencaharian, agama, adat istiadat, dan sebagainya
C.Perbedaan Desa dengan kota
Lingkungan Umum dan
Orientasi Terhadap Alam, Masyarakat perdesaan berhubungan kuat dengan alam,
karena lokasi geografisnyadi daerah desa. Penduduk yang tinggal di desa akan
banyak ditentukan oleh kepercayaan dan hukum alam. Berbeda dengan penduduk yang
tinggal di kota yang kehidupannya “bebas” dari realitas alam.
Pekerjaan atau Mata
Pencaharian, Pada umumnya mata pencaharian di dearah perdesaan adalah bertani
tapi tak sedikit juga yg bermata pencaharian berdagang, sebab beberapa daerah
pertanian tidak lepas dari kegiatan usaha.
Ukuran Komunitas,
Komunitas perdesaan biasanya lebih kecil dari komunitas perkotaan.
Kepadatan Penduduk,
Penduduk desa kepadatannya lbih rendah bila dibandingkan dgn kepadatan penduduk
kota,kepadatan penduduk suatu komunitas kenaikannya berhubungan dgn klasifikasi
dari kota itu sendiri.
Homogenitas dan
Heterogenitas, Homogenitas atau persamaan ciri-ciri sosial dan psikologis,
bahasa, kepercayaan, adat-istiadat, dan perilaku nampak pada masyarakat perdesa
bila dibandingkan dengan masyarakat perkotaan. Di kota sebaliknya penduduknya
heterogen, terdiri dari orang-orang dgn macam-macam perilaku, dan juga bahasa,
penduduk di kota lebih heterogen.
Diferensiasi Sosial,
Keadaan heterogen dari penduduk kota berindikasi pentingnya derajat yg tinggi
di dlm diferensiasi Sosial.
Pelapisan Sosial, Kelas
sosial di dalam masyarakat sering nampak dalam bentuk “piramida terbalik” yaitu
kelas-kelas yg tinggi berada pada posisi atas piramida, kelas menengah ada
diantara kedua tingkat kelas ekstrem dari masyarakat
D.Hubungan desa dengan
kota
Masyarakat
pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komunitas yang terpisah sama sekali satu
sama lain. Bahkan terdapat hubungan uang erat, bersifat ketergantungan, karena
saling membutuhkan.
Kota
tergantung desa dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan-bahan pangan, desa
juga merupakan tenaga kasar pada jenis-jenis pekerjaan tertentu di kota.
Sebaliknya,
kota menghasilkan barang-barang yg juga diperlukan oleh orang desa, kota juga
menyediakan tenaga-tenaga yang melayani bidang-bidang jasa yang dibutuhkan oleh
orang desa.
E.Aspek aspek positif
dan negative
Perkembangan
kota merupakan manifestasi dari pola kehidupan sosial , ekonomi , kebudayaan
dan politik . Kesemuanya ini akan dicerminkan dalam komponen – komponen yang
memebentuk struktur kota tersebut . Jumlah dan kualitas komponen suatu kota
sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan dan pertumbuhan kota tersebut.
Secara
umum dapat dikenal bahwa suatu lingkungan perkotaan , seyogyanya mengandung 5
unsur yang meliputi :
1. Wisma
: Untuk tempat berlindung terhadap alam sekelilingnya.
2.Karya
: Untuk penyediaan lapangan kerja.
3.Marga
: Untuk pengembangan jaringan jalan dan telekomunikasi.
4.Suka :
Untuk fasilitas hiburan, rekreasi, kebudayaan, dan kesenian.
5,Penyempurnaan : Untuk fasilitas keagamaan, perkuburan, pendidikan, dan utilitas
umum.
Untuk
itu semua , maka fungsi dan tugas aparatur pemerintah kota harus ditingkatkan :
- Aparatur kota harus dapat menangani berbagai masalah yang timbul di kota . Untuk itu maka pengetahuan tentang administrasi kota dan perencanaan kota harus dimilikinya .
- Kelancaran dalam pelaksanaan pembangunan dan pengaturan tata kota harus dikerjakan dengan cepat dan tepat , agar tidak disusul dengan masalah lainnya
- Masalah keamanan kota harus dapat ditangani dengan baik sebab kalau tidak , maka kegelisahan penduduk akan menimbulkan masalah baru
- Dalam rangka pemekaran kota , harus ditingkatkan kerjasama yang baik antara para pemimpin di kota dengan para pemimpin di tingkat kabupaten tetapi juga dapat bermanfaat bagi wilayah kabupaten dan sekitarnya
Oleh
karena itu maka kebijaksanaan perencanaan dan mengembangkan kota harus dapat
dilihat dalam kerangka pendekatan yang luas yaitu pendekatan regional.Rumusan
pengembangan kota seperti itu tergambar dalam pendekatan penanganan masalah
kota sebagai berikut :
- Menekan angka kelahiran
- Mengalihkan pusat pembangunan pabrik (industri) ke pinggiran kota
- Membendung urbanisasi
- Mendirikan kota satelit dimana pembukaan usaha relatif rendah
- Meningkatkan fungsi dan peranan kota – kota kecil atau desa – desa yang telah ada di sekitar kota besar
- Transmigrasi bagi warga yang miskin dan tidak mempunyai pekerjaan.
sumber :
www.dodyfauzi.blogspot.com
https://taufikhidayah21.wordpress.com/tag/pengertian-masyarakat-perkotaan
www.dodyfauzi.blogspot.com
https://taufikhidayah21.wordpress.com/tag/pengertian-masyarakat-perkotaan
2.Masyarakat pedesaan dan perkotaan
atau kedesaan
A.Pengertian
desa/Kedesaan
Menurut R Bintarto,
Desa atau kota
merupakan suatu hasil perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur
fisografis, sosial, ekonomi, politk dan kultural yang terdapat pada suatu
daerah serta memiliki hubungan dan pengaruh timbal balik dengan daeah lain.
Menurut Paul H Landis,
a.Untuk maksud
statistic.
Pedesaan adalah daerah dengan jumlah penduduk kurang dari 2500 orang
b.Sedang untuk maksud kajian psikologi social
Desa adalah daerah dimana hubungan pergaulanya ditandai dengan derajat intensitas yang tinggi.
Pedesaan adalah daerah dengan jumlah penduduk kurang dari 2500 orang
b.Sedang untuk maksud kajian psikologi social
Desa adalah daerah dimana hubungan pergaulanya ditandai dengan derajat intensitas yang tinggi.
Menurut Sutarjo
Kartohadikusumo,
Desa adalah suatu
kesatuan hukum dimana bermukim sutau masyarakat yang berkuasa dan masyarakat
tersebut mengadakan pemerintah sendiri.
Unsur-unsur dalam desa meliputi :
Unsur-unsur dalam desa meliputi :
- Daerah (lingkungan geografis)
Penduduk, yang meliputi berbagai hal tentang kependudukan seperti : jumlah,
persebaran, mata pencaharian dll
Tata kehidupan, meliputi segala hal yang yang menyangkut seluk beluk
kehidupan masyarakat desa.
Sedangkan pengertian
desa dalam kehidupan sehari-hari atau secara umum sering di istilahkan dengan
kampung,yaitu suatu daerah yang letaknya jauh dari keramaian kota,yang di huni
sekelompok masyrakat di mana sebagian besar mata pencaharianya sebagai petani
sedangkan secara atmininistrastif desa adalah yang terdiri dari satu atau lebih
atau dusun di gabungkan hingga menjadi suatu daerah yang berdiri sendiri atao
berhak mengatur rumah tangga sendiri (otonomi).
Ciri ciri masyarakat
desa:
a. Kehidupan
tergantung pada alam
b. Toleransi sosialnnya kuat
c. Adat-istiadat dan norma agama kuat
d. Kontrol sosialnya didasarkan pada hokum informal
e. Hubungan kekerabatan didasarkan pada Gemeinssehaft (paguyuban)
f. Pola pikirnya irrasional
g. Struktur perekonomian penduduk bersifat agraris.
b. Toleransi sosialnnya kuat
c. Adat-istiadat dan norma agama kuat
d. Kontrol sosialnya didasarkan pada hokum informal
e. Hubungan kekerabatan didasarkan pada Gemeinssehaft (paguyuban)
f. Pola pikirnya irrasional
g. Struktur perekonomian penduduk bersifat agraris.
B.Hakikat dan sifat
masyarakat perdesaan
Masyarakat
pedesaan mempunyai sifat yang kaku tapi sangatlah ramah. Biasanya
adat dan kepercayaan masyarakat sekitar yang membuat masyarakat pedesaan masih kaku, tetapi asalkan tidak melanggar hukum adat dan kepercayaan maka masyarakat pedesaan adalah masyarakat yang ramah.
Pada hakikatnya masyarakat pedesaan adalah masyarakat pendukung seperti sebagai petani yang menyiapkan bahan pangan, sebagai PRT atau pekerjaan yang biasanya hanya bersifat pendukung tapi terlepas dari itu masyarakat pedesaan banyak juga yang sudah berpikir maju dan keluar dari hakikat itu.
adat dan kepercayaan masyarakat sekitar yang membuat masyarakat pedesaan masih kaku, tetapi asalkan tidak melanggar hukum adat dan kepercayaan maka masyarakat pedesaan adalah masyarakat yang ramah.
Pada hakikatnya masyarakat pedesaan adalah masyarakat pendukung seperti sebagai petani yang menyiapkan bahan pangan, sebagai PRT atau pekerjaan yang biasanya hanya bersifat pendukung tapi terlepas dari itu masyarakat pedesaan banyak juga yang sudah berpikir maju dan keluar dari hakikat itu.
Masyarakat desa yang agraris dipandang sebagai masyarakat yang
tenang, hal itu terjadi karena sifat keguyuban/ gemeinscharft sehingga oleh
orang kota dianggap sebagai tempat untuk melepaskan lelah.
Tetapi dalam masyarakat desa terdapat pula perbedaan pendapat atau
paham yang menyebabkan ketegangan sosial, yaitu :
- Konflik/ pertengkaran, pertengkaran biasanya berkisar masalah sehari-hari/ rumah tangga juga pada masalah kedudukan dan gengsi, perkawinan dsb.
- Kontroversi/ pertentangan, disebabkan oleh perubahan konsep-konsep kebudayaan/ adat istiadat, psikologi atau dalam hubungannya dengan guna-guna/ black magic.
- Kompetisi/ persaingan, dapat besifat positif maupun negatif. Positif bila wujudnya saling meningkatkan prestasi dan produksi, negatif bila berhenti pada sifat iri.
Sumber:
https://aryanipuspitasaridevi.wordpress.com/2012/10/27/bab-v-masyarakat-pedesaan-dan-perkotaan/
http://nenengsuryaniti.wordpress.com/2013/11/22/sifat-dan-hakikat-masyarakat-pedesaan-dan-perkotaan/
C.Kegiatan
Masyarakat pedesaan
Masyarakat desa bermata
pencaharian di bidang agraris, baik pertanian, perkebunan, perikanan, dan
peternakan.Bertani, membajak
sawah, megurus dan mengolah lahan yang dimiliki sendiri ataupunpunya orang
lain.
1 Masyarakat petani meliputi buruh tani, petani
yang memiliki lahan kurang dari 0,1 hektar;
2. Masyarakat Peternak adalah peternak kambing,
ayam dan itik;
3. Masyarakat perikanan terdiri dari :
i) Masyarakat yang menggantungkan kehidupan
sehari-hari pada pembudidayaan ikan;
ii) Nelayan
yang tidak memiliki perahu dan atau alat tangkap ikan atau yang memiliki perahu
<5GT;
4. Masyarakat pedagang adalah pedagang yang
mempunyai modal <Rp. 500.000,-;
5. Masyarakat pengrajin adalah pengrajin/buruh
pengrajin anyaman, bordir atau lainnya yang potensial untuk
dikembangkan;
6. Masyarakat perempuan adalah pokmas yang
anggotanya terdiri dari perempuan yang mempunyai kegiatan usaha ekonomi
produktif.
Para petani di Indonesia terutama di pulau
jawa pada dasarnya menganggap bahwa hidupnya itu sebagai sesuatu hal yang
buruk, penuh dosa, kesengsaraan. Tetapi itu tidak berarti bahwa ia harus
menghindari hidup yang nyata dan menghindarkan diri dengan bersembunnyi di
dalam kebatinan atau dengan bertapa, bahkan sebaliknya wajib menyadari
keburukan hidup itu dengan jelas berlaku prihatin dan kemudian sebaik-baiknya
dengan penuh usaha atau ikhtiar.
- Mereka beranggapan bahwa orang bekerja itu untuk hidup, dan kadang-kadnag untuk mencapai kedudukannya.
- Mereka berorientasi pada masa ini (sekarang), kurang memperdulikan masa depan, mereka kurang mampu untuk itu. Bahkan kadang-kadang ia rindu masa lampau mengenang kekayaan masa lampau menanti datangnya kembali sang ratu adil yang membawa kekayaan bagi mereka).
- Mereka menganggap alam tidak menakutkan bila ada bencana alam atau bencana lain itu hanya merupakan sesuatu yang harus wajib diterima kurang adanya agar peristiwa-peristiwa macam itu tidak berulang kembali. Mereka cukup saja menyesuaikan diri dengan alam, kurang adanya usaha untuk menguasainya.
- Dan unutk menghadapi alam mereka cukup dengan hidup bergotong-royong, mereka sadar bahwa dalam hidup itu tergantung kepada sesamanya.
UNSUR-UNSUR DESA
Daerah, dalam arti
tanah-tanah yang produktif dan yang tidak, beserta penggunaanya.
Penduduk, adalah hal
yang meliputi jumlah pertambahan, kepadatan, persebaran dan mata pencaharian
penduduk desa setempat.
Tata kehidupan, dalam
hal ini pola pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan warga desa.
3.
Urbanisasi
A.Pengertian
Urbanisasi
Istilah
“Urbanisasi” adalah istilah yang banyak dikenal dalam dunia ilmu pengetahuan
baik di Indonesia, maupun di negeri lain. Istilah tersebut tidak hanya dikenal,
tetapi juga dialami oleh penduduk kota dan desa terutama di negara yang sedang
berkembang.
Urbanisasi
merupakan gejala, atau proses yang sifatnya multi-sektoral, baik ditinjau dari
sebab maupun akibat yang ditimbulkan. Permasalahan nampak sederhana namun
sefatnya sangat kompleks. Menurut Kantsebovskaya (1976) “Being a complex
socio-economics process closely connected with the scientific tecnological
revolution. As a complex many-sided process its study requires, a comprehensive
approach in involving many disciplines”.
Urbanisasi
di negara Indonesia mengalami peningkatan yang cukup berarti, sehingga
kecenderungan semakin meluasnya problema sosial ekonomi di berbagai kota di
Indonesia dapat mengakibatkan problema nasional dan menjadi masalah sosial bagi
negara Indonesia.
Pengertian
lain dari Urbanisasi itu sendiri adalah berpindahnya penduduk dari desa ke
kota, pada umumnya mereka bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup mereka dan
mengadu nasib dikota.
Pengertian
Urbanisasi Menurut Para Ahli
Menurut
J.H. De Goede
Urbanisasi diartikan sebagaiproses pertambahan penduduk pada suatu wilayahperkotaan (urban) ataupun proses transformasi suatuwilayah berkarakter perdesaan (rural) menjadi urban.
Urbanisasi diartikan sebagaiproses pertambahan penduduk pada suatu wilayahperkotaan (urban) ataupun proses transformasi suatuwilayah berkarakter perdesaan (rural) menjadi urban.
Menurut
Kantsebovskaya (1976) Urbanisasi merupakangejala, atau proses yang sifatnya
multi-sektoral, baikditinjau dari sebab maupun akibat yang ditimbulkan.
Urbanisasi
dapat diartikan sebagai pertambahanpenduduk perkotaan (Shryyock dan Siegel,
1976)
PengertianUrbanisasi
Dari BeberapaDisiplin Ilmu
Perspektif
ilmu pengetahuan social melihaturbanisasi sebagai tambahan proses-prosesyang
bersifat kekotaan.
Perspektif
ilmu kependudukan, definisiurbanisasi berarti persentase penduduk yangtinggal
di daerah perkotaan.
Arti Dan
Konsep Urbanisasi.
Urbanisasi
Sebagai Gejala Geografis.
Dintinjau
dari konsep keruangan dan ekologis, urbanisasi merupakan gejala geografis,
karena :
- Adanya gerakan/perpindahan penduduk dari satu wilayah atau perpidahan penduduk ke luar wilayahnya.
- Gerakan/perpindahan penduduk yang terjadi disebabkan adanya salah satu komponen dari ekosistemnya berkurang/tidak berfungsi secara baik, sehingga terjadi ketimpangan dalam ekosistem setempat.
- Terjadinya adaptasi ekologis yang baru bagi penduduk yang pindah dari daerah asal ke daerah yang baru, dalam hal ini kota.
Dapat
juga urbanisasi dipandang sebagai suatu proses dalam arti sebagai berikut :
Meningkatnya
jumlah penduduk kota menjadi lebih menggelembung atau membengkak sebagai akibat
dari pertambahan penduduk, baik oleh hasil kenaikan fertilitas penghuni kota
maupun karena adanya tambahan penduduk dari desa yang bermukim dan berkembang
di kota.
Bertambahnya
jumlah kota dalam suatu negara atau wilayah sebagai akibat dari perkembangan
ekonomi, budaya dan teknologi yang baru.
Berubahnya
kehidupan desa atau suasana desa menjadi suasana kehidupan kota.
Urbanisasi
dapat menimbulkan beberapa permasalahan baik bagi kota maupun bagi desa. Secara
umum dapat dikatakan bahwa keseimbangan hidup kota dan desa mengalami perubahan
atau guncangan dengan adanya urbanisasi.
Konsep
urbanisasi ini memiliki dua arti yaitu :
a)
Urbanisasi dalam arti sempit, yaitu menyangkut pertambahan kota dan pentingnya
kota terhadap kehidupan masyarakat.
b)
Urbanisasi dalam arti luas, yaitu menyangkut suatu proses sosiologi ekonomis
yang mempunyai banyak segi.
Urbanisasi
ternyata memiliki dwi fungsi, disatu pihak sebagai daya tarik penduduk desa ke
kota, di lain pihak berfungsi sebagai penyebar pengaruh cara hidup atau way of
life. Dengan kata lain urbanisasi mempunyai sifat atau daya sentripetal dan
sentrifugal.
Faktor-faktor
urbanisasi:
- Faktor
ekonomi
Faktor ekonomi merupakan faktor utama yang meyumbang kepada berlakunya proses migrasi ini. Kedudukan ekonomi yang mantap dan kukuh menyebabkan wujudnya banyak sektor-sektor pertanian, pembinaan dan perkilangan, sekaligus membuka peluang kepada rakyat sesebuah negara termasuk juga golongan pendatang yang datang khususnya untuk mencari rezeki di negara orang. - Faktor Sosio-BudayaSebenarnya faktor sosio-budaya juga memainkan peranan utama menyebabkan pendatang Indonesia semakin bertambah dari hari ke hari ke negara kita. Bahkan boleh dikatakan faktor sosiobudaya ini memainkan peranan yang sama pentingnya dengan faktor ekonomi, mennjadi daya tarikan kepada pendatang Indonesia ini.
- Faktor Kestabilan PolitikKestabilan politik sesebuah negara memainkan peranan yang penting dan berkait rapat dengan ekonomi negara dan proses migrasi antarabangsa. Sebuah negara yang aman dan makmur secara tidak langsung dapat mengelakkan berlakunya migrasi penduduk negara tersebut ke negara lain, sebaliknya menyebabkan penduduk negara lain berhijrah ke negara tersebut.
- Faktor Pendorong dan Penarik UrbanisasiPada dasarnya ada dua pengelompokan faktor-faktor yang menyebabkan seseorang melakukan migrasi, yaitu faktor pendorong (push factor) dan faktor penarik (pull factor).
Faktor-faktor pendorong (push factor) antara lain adalah:Makin berkurangnya sumber-sumber kehidupan seperti menurunnya daya dukung lingkungan, menurunnya permintaan atas barang-barang tertentu yang bahan bakunya makin susah diperoleh seperti hasil tambang, kayu, atau bahan dari pertanian.Menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal (misalnya tanah untuk pertanian di wilayah perdesaan yang makin menyempit).
Adanya tekanan-tekanan seperti politik, agama, dan suku, sehingga mengganggu hak asasi penduduk di daerah asal.
Alasan
pendidikan, pekerjaan atau perkawinan.
Bencana
alam seperti banjir, kebakaran, gempa bumi, tsunami, musim kemarau panjang atau
adanya wabah penyakit.
Faktor-faktor
penarik (pull factor) antara lain adalah:
Adanya
harapan akan memperoleh kesempatan untuk memperbaikan taraf hidup.
Adanya
kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik.
Keadaan
lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan, misalnya iklim, perumahan,
sekolah dan fasilitas-fasilitas publik lainnya.
Adanya
aktivitas-aktivitas di kota besar, tempat-tempat hiburan, pusat kebudayaan
sebagai daya tarik bagi orang-orang daerah lain untuk bermukim di kota besar.
Teori
Malthus
Teori
Kependudukan Malthus (pertumbuhan penduduk) yang menyatakan bahwa:
“ Pertumbuhan
penduduk menurut deret ukur dan pertumbuhan ekonomi menurut deret hitung”
.Maksudnya
adalah bahwa jumlah penduduk akan berkembang lebih cepat
daripada pertumbuhan ekonomi sehingga mengakibatkan upah tenaga kerja
menjadi sangat murah danhanya cukup untuk biaya hidup sehari-hari (subsistensi).
Malthus
memulai dengan merumuskan dua postulat yaitu:
Bahwa
pangan dibutuhkan untuk hidup manusia
Bahwa
kebutuhan nafsu seksuil antar jenis kelamin akan tetap sifatnya sepanjangmasa.
Atas
dasar postulat tersebut Malthus menyatakan bahwa, jika tidak ada
pengekangan,kecenderungan pertambahan jumlah manusia akan lebih cepat dari
pertambahan subsisten(pangan). Perkembangan penduduk akan mengikuti deret ukur
sedangkan perkembangansubsisten (pangan) mengikuti deret hitung dengan interval
waktu 25 tahun seperti berikut:
Penduduk: 1
2 4
8 16
32 64
128 dst
(pangan)
1
2
3 4
5 6
7
8 dst
a) Stetement:
Dari
postulat Malthus, terdapat pengekangan perkembangan penduduk dapat
berupa pengekangan segera dan pengekangan hakiki/mutlak. Yang dimaksud
dengan factor pengekangan adalah pangan, sedangkan pengekangan
segera dapat berbentuk pengekangan prefentif dan pengekangan positif.
Pengekangan prefentif adalah factor-faktor yang bekerjamengurangi angka
kelahiran.Pengekangan prefentif yang dianjurkan Malthus
adalah pengendalian diri dalam hal nafsu seksuil antar jenis seperti
penundaan perkawinan. Pengekangan positif merupakan faktor-faktor yang
mempengaruhi angka kematian ; dapat berupa epidemi, penyakit-penyakit dan
kemiskinan.
Namun
teori kependudukan Malthus memiliki kelemahan-kelemahan, diantaranya:
Malthus
terlalu menekankan keterbatasan persediaan tanah meskipun dia adalah
salahseorang pengajur industrialisasi dan penggunaan tanah secara lebih
efisien. Kenyataan dalamsetelah Malthus menunjukkan bahwa perbaikan teknologi
pertanian seperti penggunaan pupuk buatan, pemakaian pestisida, dan
irigasi yang efisien menghasilakan peningkatan produktivitas.
Dia
kurang memperhitungkan bahwa, penemuan-penemuan baru, teknologi unggul
danindustrialisasi dapat memberikan efek yang cukup berarti pada peningkatan
tingkat hidup.
Sedangkan
dalam ruang ketahanan pangan, untuk pertama kali hubungan antara pangan
dan penduduk teori Malthus untuk pertama kali hubungan antara pangan dan
penduduk dibicarakansecara sistematis oleh Malthus sekitar abad ke-19.Namun
pada hakekatnya masalah pangantelah ada pada
masa-masa sebelumnya.Di berbagai negeri, masa-masa makmur sering diselingioleh
kekurangan pangan atau bahkan kelaparan masal yang merenggut banyak jiwa
manusia.
Banyak
faktor penyebab lemahnya ketahanan pangan nasional yang berakhir pada
ironi bangsa. Dengan SDA memadai serta luas lahan pertanian sebesar 107
juta hektar dari total luasdaratan Indonesia sekitar 192 juta hektar, ternyata
masih menyimpan cerita-cerita pilu.Berdasarkan dataBiro Pusat Statistik (2002),
tidak termasuk Maluku dan Papua, sekitar 43,19 juta hektar telah digunakan
untuk lahan sawah, perkebunan, pekarangan, tambak dan lading;lebih kurang 2,4
juta hektar untuk padang rumput, sedangkan 8,9 juta hektar untuk
tanamankayu-kayuan; dan lahan yang tidak diusahakan seluas 10,3 juta hektar
(Republika, 16/6/2006).
Faktor
tersebut antara lain tidak berimbangnya produksi pangan dengan populasi
penduduk.Aksioma Robert Malthus tentang deret ukur dan deret hitung agaknya
dapat dirujuk di sini.Kendati tidak berlaku pada seluruh negara, tapi bagi
negara berkembang yang sering dilandakasus pangan, Malthus mendekati benar.
Konon 10% anak-anak di negara berkembangmeninggal sebelum mereka berusia lima
tahun. Kebanyakan dari kematian karena lapar disebabkan oleh malnutrisi
yang kronis akibat penderita tidak mendapatkan makanan yangcukup.Sering kali
hal ini terjadi karena kemiskinan yang parah.
Terancam
kelaparan saat ini, diantaranya 4,35 juta tinggal di Jawa Barat. Ancaman
kelaparanini akan semakin berat, dan jumlahnya akan bertambah banyak. Seiring
dengan mereka yangterancam kelaparan adalah penduduk yang pengeluaran per
kapita sebulannya di bawah Rp.30.000,00.
Di
antara orang-orang yang terancam kelaparan, sebanyak 272.198 penduduk
Indonesia, berada dalam keadaan paling mengkhawatirkan. Dari jumlah itu,
sebanyak 50.333 berasal dari Jawa Barat, diantaranya 10.430 tinggal di
Kabupaten Bandung dan 15.334 orang tinggal diKabupaten Garut. Mereka yang
digolongkan terancam kelaparan dengan keadaan palingmengkhawatirkan adalah
penduduk dengan pengeluaran per kapita di bawah Rp 15.000,00
per bulan sebanyak 14.108.
b) Keterkaitan
teori Malthus dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan ketahanan
pangan
Usaha
dari banyak Indonesia untuk menyediakan pangan bagi penduduk adalah dengangiat
melakukan pembangunan atau modernisasi pertanian. Usaha ini dilakukan baik
melalui perluasan tanah pertanian yang ada (ekstensifikasi) maupun
meningkatkan produksi per hektarnya (intensifikasi)
Indonesia
tercatat baru pada tahun 1968-1969 sebagai peserta revolusi hijau dengan
luasareal 198.000 hektar yang pada tahun 1972-1973 menjadi 1.521.000 hektar,
meskipunsesungguhnya Indonesia telah memulainya sekitar tahun 1964-1965. Pada
tahun 1973 produksi padi dengan Bimas telah mencapai 52 kuital per hektar
dan dengan Inmas 40 kuintal per hektar.
Adapun
program transmigrasi setelah Indonesia merdeka dalam Pola Umum Pelita
Ktiga(Lihat GBH N, TAP MPR No. II/MPR/1978) disebutkan antara lain:
“Program transmigrasiditujukan untuk meningkatkan penyebaran penduduk dan
tenaga kerja serta pembukaan dan pengembangan daerah produksi dan
pertanian baru dalam rangka pembangunan daerah khususnya di
luar Jawa, yang dapat menjamin taraf hidup para transmigran, dan taraf
hidupmasyarakat sekitar”.
Program
Keluarga Berencana merupakan upaya pemerintah dalam mencegah danmengatur
kelahiran.Pemerintah melaluivBadan Koordinasi KeluargaBerencana
Nasionak (BKKBN) bergerak dalam penyebaran alat-alat dan pengetahuan
kontrasepsi. Setiap desa dankota Petugas Lapang KB siap membantu
keluarga-keluarga yang ingin memasuki program KB.
Dampak
Urbanisasi
Dampak
Urbanisasi terhadap Daerah Asal
Sebelum
dilakukan pembahasan tentang dampak urbanisasi terhadap kehidupan masyarakat
daerah asal, ada baiknya dikemukakan terlebih dahulu secara sepintas tentang liku-liku
kehidupan mereka di kota tujuan. Penjelasan yang dikemuka-kan di dasarkan atas
wawancara mendalam dengan beberapa informan dan juga atas pengamatan dalam
beberapa kali kunjungan di tempat tinggal mereka di kota, khususnya yang ada di
Jakarta.
Sebagai
pendatang di kota besar, mereka perlu proses adaptasi,
untuk bisa bertahan hidup di kota. Dalam proses adaptasi pada berbagai aspek
kehidupan di kota ini, peranan kerabat, teman, dan tetangga sedesa asal sangat
penting. Pada awal kedatangan di kota umumnya mereka menumpang untuk sementara
di tempat tinggal orang-orang yang telah terlebih dahulu berurbanisasi.
Sedangkan dalam hal pekerjaan seringkali mereka magang terlebih dahulu kepada
“seniornya” dengan cara mengikuti dan membantu pekerjaan yang dilakukan
“seniornya” tersebut. Bila dirasa sudah mampu barulah dilepas
untuk bekerja sendiri.
Dengan
latar belakang pendidikan yang relatif rendah, umumnya hanya
berpendidikan sekolah dasar, dan keterbatasan ketrampilan modern yang
memadai, sebagian besar dari mereka melakukan pekerjaan dalam bentuk usaha
mandiri kecil-kecilan, dengan meng-gunakan peralatan dan ketrampilan seder-hana
yang dikuasainya. Mereka bekerja se-bagai pedagang keliling seperti penjual
bakso, mie ayam, buah dingin, es, soto ayam, jamu, atau mainan anak-anak;
peda-gang kaki lima; tukang ojek; pengemudi bajaj; atau pekerjaan-pekerjaan
lain yang umumnya merupakan bagian dari sektor informal di kota. Kemudahan
memasuki la-pangan kerja di sektor informal nampaknya menjadi faktor utama yang
menyebabkan mereka umumnya memasuki sektor ini.
Mereka
beranggapan hi-dup di kota hanya untuk sementara waktu, sekalipun sebenarnya
telah tinggal di kota puluhan tahun. Mereka masih tetap merasa sebagai orang
desa, bahkan dari segi status kependudukan secara formal pun masih sebagai
orang desa, hal ini ditunjukkan dari pemilikan KTP mereka. Dalam hal tempat
tinggalpun mereka umumnya tidak pernah berfikir untuk memiliki tempat tinggal
sendiri di kota, sehingga umumnya mereka kost atau kontrak kamar secara
patungan satu kamar dihuni beberapa orang. Pengamatan yang dilakukan terhadap
bebe-rapa lokasi menunjukkan bahwa tempat tinggal mereka umumnya nampak
berjubel, sumpek, pengap, panas, dan umumnya ku-rang memenuhi syarat kesehatan.
Terkesan bahwa rumah atau kamar yang mereka tempati di kota hanya untuk tempat
tinggal sementara, sekedar tempat untuk beristira-hat. Pemilihan tempat tinggal
yang demikian barangkali terkait dengan mahalnya sewa rumah/kamar di kota. Yang
menarik bahwa tempat tinggal mereka di kota ini seringkali sangat
bertolakbelakang dengan kondisi rumah yang mereka miliki di desa yang umumnya
dibangun secara bagus. Hal ini akan dijelaskan pada bagian berikut.
Orang-orang
Desa Jetis yang telah “berhasil” hidupnya di kota, pada umumnya masih mengadakan
hubungan dengan desa asal, bahkan mengirimkan sebagian pengha-silannya ke desa
asal. Namun bila disimak lebih mendalam, keberadaan urbanisasi ternyata tidak
selalu membawa akibat yang menguntungkan bagi warga pedesaan.
Dampak
Urbanisasi dalam Aspek Sosial Ekonomi
Sekalipun
para urbanisan umumnya bekerja di sektor informal, tetapi dari segi
penghasilan, dapat dikatakan cukup lumayan.Paling tidak, jauh lebih tinggi bila
dibandingkan dengan peng-hasilan yang bisa diperoleh di desa asalnya. Menurut I
nforman, seorang penjual jamu dalam sehari memperoleh penghasilan Rp
20.000,- atau lebih, demikian juga pedagang yang lain pendapatan yang diperoleh
tidak kurang dari Rp 10.000,- per hari. Upah sebagai buruh tani di desa paling
tinggi Rp 5000,-. Peng-hasilan yang diperoleh para migran asal Desa Jetis
nampaknya sesuai dengan temuan Papanek (1986:230) yang menunjukkan bahwa para
migran ke kota umumnya bernasib lebih baik daripada ketika masih di pedesaan.
Pendapatan mereka rata-rata meningkat dua pertiga kali lipat.
Tingginya
kesenjangan pendapatan antara yang diperoleh di desa dengan di kota inilah
barangkali yang menjadi penyebab utama banyaknya penduduk Desa Jetis melakukan
urbanisasi. Temuan di atas nampaknya sejalan dengan pemikiran (Todaro,
1970:126) yang menyatakan bahwa keputusan bermigrasi merupakan suatu respons
terhadap harapan tentang penghasil-an yang akan diperoleh di kota dibanding
dengan yang diterima di desa, dan kemung-kinan memperoleh pekerjaan di kota.
Dijelaskan
oleh beberapa informan bahwa tidak semua yang berurbanisasi dapat atau berhasil
meningkatkan kehidupannya, ada di antaranya yang gagal sehingga memilih kembali
tinggal di desa, namun tidak sedikit yang masih tetap bertahan tinggal di kota,
meski dengan kondisinya sangat memprihatinkan, sehingga hampir tidak mampu
untuk menyisihkan sebagian peng-hasilannya untuk ditabung. Secara lebih detail
dapat dikemukakan tentang dampak urbanisasi dalam aspek sosial ekonomi.
Pertama,
keberhasilan para migran yang melakukan urbanisasi dalam meningkatkan
pendapatannya sebagian digunakan untuk membangun rumah di desa.Kenyataan itu
dapat dilihat di desa Jetis, seperti misalnya banyak pembangunan rumah-rumah
baru yang lebih permanen dan memenuhi syarat kesehatan. Rumah-rumah baru yang
mereka bangun tersebut telah dilengkapi dengan perabotan rumah tangga modern,
misalnya TV, Radio tape, kulkas, sepeda motor, dsb. Kemampuan untuk membangun
rumah baru dan membeli perlengkapan rumah tangga ini tentu saja sesuai dengan
kemampuan masing-masing migran.Berdasarkan pengamatan ada rumah yang dibangun
bertingkat, pada hal menurut informasi pemilik rumah tidak lulus SD, dan
bekerja sebagai pedagang di Jakarta. Kondisi tempat tinggal yang mereka miliki
di desa ini seringkali bertolak belakang dengan kondisi tempat tinggal mereka
selama hidup di kota, sebagaimana telah disinggung terdahulu.
Rumah-rumah
baru umumnya dibangun dengan arsitektur model, akibatnya berdampak pada
pembongkaran rumah tradisional yang kemudian dirubah menjadi model baru. Hal
ini amat disayangkan karena rumah-rumah dengan arsitektur tradisional yang
sebagian besar bahannya terbuat dari kayu semakin berkurang jumlahnya, dan
dikhawatirkan nantinya akan semakin langka.
Kelebihan
penghasilan yang diwujudkan dalam bentuk bangunan rumah ini juga menunjukkan
keterbatasan imajinasi budaya mereka.Barangkali dilihat dari kacamata pemikiran
rasional ekonomis, kelebihan penghasilan itu dapat digunakan oleh mereka untuk
memperkuat modal usaha, tetapi hal ini nampaknya tidak banyak dilakukan oleh
penduduk desa Jetis. Kelebihan penghasilan justru mereka guna-kan untuk
membangun rumah baru di desa sementara mereka sendiri bekerja di kota, sehingga
rumah-rumah yang telah terbangun megah tersebut ada yang tidak berpenghuni,
atau hanya dihuni di saat mereka pulang kampung saja; tetapi ada juga yang
ditem-pati oleh anak-anaknya saja sementara orang tuanya berada di kota; dan
ada juga meminta kerabatnya, biasanya yang sudah tua, atau orangtuanya untuk
menunggui rumah. Beberapa rumah bahkan ditempati orang dari luar daerah yang
bekerja di sekitar desa, sementara mereka belum memiliki
rumahsendiri.Dalam kasus demikian, biasanya mereka tidak diminta untuk
membayar sewa rumah, melainkan hanya diminta merawat selama menempati rumah
tersebut.
Kedua,
ada yang memiliki kemampuan untuk menginvestasikan kelebihan penghasilannya
dalam bentuk sawah dan pekarangan di desa. Hal ini dipandang sebagai dampak
positif, artinya mereka telah mempunyai orientasi ke masa depan. Keinginaan
menginvestasikan uang dalam bentuk tanah dan pekarangan di desa asal ini
berkait dengan keinginan sebagian besar migran yang nantinya setelah tua mereka
kembali ke desa.
Ketiga,
keberhasilan migran di kota memberikan dampak pada kesejahteraan keluarga yang
ditinggalkan. Dengan kelebihan penghasilan selama mereka bekerja di kota, akan
berimbas pada keluarganya yang ditinggal di desa, sehingga dari segi pemenuhan
kebutuhan hidup menjadi lebih baik. Sebagai orang desa yang hidup dalam keadaan
subsistensi, ukuran kesejahteraan bagi mereka adalah terpenuhinya kebutuhan
hidup mereka secara ekonomi, apalagi bila ada kelebihan penghasilan yang dapat
diinvestasikan dalam bentuk lain. Bagi mereka, nampaknya tidak terlalu
mempersoalkan apakah mereka berkumpul terus dengan keluarganya atau tidak, yang
dipentingkan adalah terpenuhinya kebutuhan ekonomi.Hal ini dibuktikan
dari ungkapan beberapa informan yang menyatakan bahwa dewasa ini mereka merasa
lebih sejahtera dan lebih tenteran hidupnya, sekalipun harus berpisah sementara
dengan keluarganya.
Keempat,
keberhasilan meningkatkan penghasilan ini juga berdampak pada perbaikan
fasilitas umum yang pembiaya-annya dilakukan
secara swadaya.Dana untuk membangun fasilitas umum tersebut sebagian
besar diperoleh dari penduduk yang melakukan urbanisasi.Berbagai fasilitas umum
yang mengalami perbaikan di antaranya jalan-jalan desa yang sebagaian besar
sudah diaspal, jembatan, dan tempat peribadatan. Dengan perbaikan prasarana
jalan ini akan sedikit banyak mempengaruhi perekonomian desa.
Kelima,
dalam bidang pertanian, keberhasilan dalam urbanisasi ini membawa dampak yang
kurang mengun-tungkan.Kegiatan pertanian yang kurang diperhatikan sejak
keber-hasilan penduduk Desa Jetis dalam bidang industri tenun pada beberapa
dekade sebelumnya terus berlanjut hingga sekarang, apalagi sebagian penduduk berurbanisasi.Pada saat
industri tenun masih jaya, banyak di antara pemilik sawah yang juga sebagai
pengusaha tenun tidak mengerjakan sendiri sawah miliknya, karena penghasilan
yang diperoleh waktu itu lebih kecil dibanding penghasilan dalam bidang industri
tenun.Demikian juga penghasilan sebagai buruh tani lebih kecil dibanding
sebagai buruh industri.Akibatnya pekerjaan di bidang pertanian lebih banyak
dilakukan dengan mendatangkan buruh dari luar daerah.Saat ini,
keberhasilan urbanisasi menyebabkan mere-ka semakin enggan pergi ke sawah,
apalagi untuk generasi mudanya yang umumnya hampir tidak pernah bekerja di
bidang pertanian.Karena itu, dewasa ini kesulitan yang dihadapi pemilik sawah
adalah men-cari buruh tani, karena desa-desa lain di sekitarnya banyak warganya
yang sekarang juga melakukan urbanisasi.Akibatnya, para pemilik sawah
seringkali harus menda-tangkan buruh tani dari wilayah Kabupaten Purwodadi
untuk menggarap sawahnya.Bahkan kadang-kadang ada sawah milik warga Desa Jetis
yang terpaksa terbengkelai tidak tergarap karena kesulitan mencari buruh tani
untuk menggarapnya.
Dampak
Urbanisasi dalam Aspek Sosial-Budaya
Perbincangan
mengenai akibat urbanisasi bagi masyarakat desa, selama ini lebih banyak
mengungkapkan pada aspek sosial ekonomi, sementara sorotan terhadap aspek
sosial budaya dirasakan masih kurang. Pada hal sebagaimana dinyatakan beberapa
ahli seperti Zelinsky (1971:222) dan Lewis (1982:168) bahwa mobilitas penduduk
me-megang peranan penting dalam perubahan sosial-budaya dengan cara membawa
ma-syarakat dari kehidupan tradisional ke sua-sana dan cara hidup modern yang
dibawa dari luar. Perubahan tersebut termasuk per-geseran nilai dan norma serta
jaringan dan pola hubungan kekerabatan di pedesaan.
Sebenarnya
tidaklah mudah menge-mukakan perubahan yang terjadi pada aspek sosial budaya
ini, karena tidak begitu nampak secara nyata seperti halnya pada perubahan
sosial ekonomi.Sehingga untuk mengetahuinya diperlukan pengamatan yang agak
intensif dan wawancara mendalam dengan beberapa tokoh masyarakat yang
benar-benar menguasai pemasalahan. Bebe-rapa perubahan dalam aspek sosial
budaya antara lain tersebut di bawah ini.
Pertama,
perubahan yang paling nampak dalam aspek sosial budaya adalah dalam bidang
pendidikan.Beberapa infor-man mengemukakan bahwa sejak sekitar dua puluh tahun
terakhir ini, yaitu sejak berangsurnya penduduk Desa Jetis melaku-kan
urbanisasi, maka kesadaran penduduk untuk menyekolahkan semakin meningkat. Bila
pada tahun 1970-an kebanyakan orang tua hanya menyekolahkan hingga tamat SD,
dan sangat sedikit yang menyekolahkan hingga sekolah lanjutan, kini sebagian
besar telah menyekolahkan anak-anak mereka hingga ke jenjang sekolah lanjutan
atas, bahkan hingga perguruan tinggi. Di desa Jetis, tidaklah aneh bila orang
tuanya bekerja di kota sebagai pedagang bakso, sementara anaknya
kuliah di perguruan tinggi. Tanpa mengabaikan pengaruh varia-bel lain, misalnya
fasilitas pendidikan yang semakin banyak hingga ke pelosok desa, urbanisasi
berdampak pada peningkatan kesadaran menyekolahkan anak, wawasan dan pemikiran
semakin terbuka setelah ba-nyak berhubungan dengan masyarakat luar, dan melihat
perkembangan pembangunan yang terjadi di tempat lain. Apalagi ke-sadaran ini
semakin ditunjang peningkatan pendapatan sehingga mereka mampu membiayai pendidikan
anaknya.
Kedua,
urbanisasi juga berdampak pada perubahan peranan dan tanggung jawab wanita.
Kenyataan ini terutama nampak pada wanita yang ditinggal suaminya bekerja di
kota, mereka harus bertindak sebagai kepala rumah tangga selama suaminya tidak
ada di rumah. Wanita tidak hanya bertanggung jawab atas kegiatan di dalam rumah
tangga, tetapi juga harus melakukan kegiatan kemasyarakatan atas nama
suami. Secara tidak langsung mengubah kebiasaan menempat-kan kaum wanita
hanya sebagai ibu rumah tangga serta berurusan dengan kegiatan wanita
saja.Sebagaimana program pemerintah yang menuntut kaum wanita untuk turut serta
dalam kegiatan di luar rumah tangga.
Ketiga,
dampak urbanisasi juga ter-lihat pada kelembagaan keluarga, khususnya dalam
sistem perkawinan, di mana sekarang ini orang tua tidak lagi dominan dalam
menentukan pilihan jodoh bagi anaknya. Dalam kasus di Desa Jetis ini, banyak di
antara pemuda-pemudinya yang memperoleh pasangan hidup dari luar daerah atas
dasar pilihannya sendiri, dan kebanyakan jodohnya tersebut diperoleh di kota
tempat mereka bekerja. Dampak lain adalah semakin meningkatnya usia
perka-winan. Kalau pada tahun 1970-an anak gadis yang belum berumur 18 tahun
sudah di-nikahkan, kini umur kawin telah meningkat dan cenderung “diprogram”
oleh mereka sendiri.
Keempat,
urbanisasi memberikan pengaruh pada meluasnya kerangka pemi-kiran penduduk desa
serta mengubah perilaku masyarakat dari orientasi sosial ke orientasi
komersial. Dalam hal ini telah terjadi perubahan apresiasi nilai uang pada
seluruh warga desa, atau dengan kata lain meminjam istilah beberapa ahli, di
desa tersebut telah terjadi monetisasi dan komersialisasi aktivitas yang semula
bersifat sosial. Kegiatan gotong-royong yang selama ini dipandang merupakan
aktivitas luhur yang kita banggakan kini semakin luntur. Contoh nyata dalam hal
ini adalah bahwa dewasa ini kegiatan memperbaiki rumah, membangun pagar,
membuat sumur, dan kegiatan-kegiatan lain di sekitar rumah tangga sekarang
tidak lagi dilakukan dengan cara sambatan atau tolong-menolong antar tetangga,
melainkan dilakukan dengan membayar tenaga tukang.
Kelima,
dari segi hubungan kekera-batan, urbanisasi sering diasosiasikan dengan
melemahnya atau longgar-nya hubungan kekerabatan. Dengan kata lain, makin
meningkat kegiatan mobilitas penduduk akan semakin melonggarkan ke-terikatan
mereka dengan kehidupan pen-duduk setempat. Lemahnya hubungan keke-rabatan
sebenarnya tergantung dari persepsi yang diberikan.Secara fisik, memang
kepergian mereka ke luar desa mengaki-batkan semakin berkurangnya kesempatan
mereka untuk mengikuti acara atau peris-tiwa sosial di desa.Tetapi secara
batiniah hubungan dan ikatan dengan daerah asal itu ada
beragam perilaku.Ada yang memang merasa masih memiliki ikatan kuat
dengan kerabatnya di desa.Hal ini ditunjukkan dengan perilaku
kepulangan mereka setiap saat ke desa asal.Tetapi ada pula yang sudah mulai
“ogah-ogahan” pulang ke desa, dan dengan demikian ikatan kekerabatan juga sudah
melonggar.
Keenam,
secara sosial, urbanisasi akan berpengaruh pada kesejahteraan ke-luarga migran
yang bersangkutan. Hal ini berkait dengan kehidupan keluarga mereka yang
terpaksa harus hidup terpisah sampai jangka waktu yang tidak diketahui
batasnya. Sekalipun mereka pada waktu-waktu ter-tentu pulang ke desa, namun
kese-jahteraan keluarga akan lebih terjamin bila mereka selalu berkumpul dalam
satu rumah. Namun demikian, hal ini nampaknya tidak terlalu dirisaukan oleh
orang desa, sebagai masyarakat desa yang biasa hidup sub-sistensi, nampaknya
pemenuhan kebutuhan ekonomi lebih mendominasi pemikiran mereka dalam soal
kesejahteraan hidupnya.
Ketujuh,
orang-orang “sukses” di kota ini dapat menumbuhkan kemampuan dan keinginan
untuk berkompetisi atau bersaing. Dari sisi positif kompetisi dan persaingan
ini akan sehat dan baik apabila mendorong mereka terpacu dan semakin giat
bekerja, sehingga keberhasilan ini akan semakin dapat dirasakan penduduk desa.
Di sisi lain kompetisi dan persaingan ini akan menjadi tidak sehat karena
membuahkan perilaku budaya baru yang disebut dengan budaya “pamer” dengan
menggunakan ke-kuatan ekonomi. Karena budaya “pamer” ini tidak sesuai dengan
budaya Jawa yang berusaha untuk konform dengan
lingkungan sekitar.Dalam hal ini, orang mencari penga-kuan dan
kehormatan melalui kekayaannya. Data di atas sesuai dengan sinyalemen Saefullah
(1994:40) yang menyatakan penggunaan uang untuk membeli tanah, mendirikan
rumah, membeli sepeda motor, dan alat-alat rumah tangga modern tam-paknya
terdorong oleh apirasi mobilitas sosial.
Kedelapan,
pengaruh urbanisasi juga nampak pada kebiasaan berpakaian dan makan.Perubahan
dalam hal berpakaian tidak semata-mata karena evolusi alamiah, melainkan juga
karena ada kontak dengan dunia luar atau ada pihak yang memper-kenalkan. Media
massa dan iklan dapat mempengaruhi kebiasaan masyarakat dalam berpakaian dan
makan, tetapi dampaknya tidak akan efektif apabila tidak ada orang yang
memberikan contoh nyata dalam kesehariannya. Setelah melihat cara-cara baru
berpakaian dan mengenal macam-macam makanan modern sekembalinya ke desa diperlihatkan
kepada orang-orang desa.
Kesembilan,
perubahan juga nampak pada pergaulan remaja, serta interaksi antara generasi
muda dengan orang tua.Dari sisi positif, urbanisasi mendorong
penduduk untuk memperluas pergaulan dan penga-laman, dengan akibat lebih lanjut
pada keinginan mereka untuk meningkatkan ke-mampuan diri. Sedangkan di pihak
lain sebagian remaja yang pergi ke kota mem-bawa kebiasaan baru yang bersifat
negatif yang diperolehnya di kota seperti minum-minuman yang mengandung
alkohol, ber-judi. Dampak negatif yang lain adalah mulai berkurangnya
penghormatan terhadap orang tua. Memang hanya sedikit warga Desa Jetis yang
melakukan kegiatan negatif semacam itu, meskipun demikian perilakunya dapat
mengganggu kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Dalam hal interaksi antara
generasi muda dengn orang tua seringkali ditemui adanya kesenjangan, baik dalam
hal nilai, norma dan berakibat pada perilaku kesehariannya.
Dampak
Urbanisasi terhadap Lingkungan kota
Akibat
dari meningkatnya proses urbanisasi menimbulkan dampak-dampak terhadap
lingkungan kota, baik dari segi tata kota, masyarakat, maupun keadaan
sekitarnya.
Dampak
urbanisasi terhadap lingkungan kota antara lain:
Semakin
minimnya lahan kosong di daerah perkotaan
Pertambahan
penduduk kota yang begitu pesat, sudah sulit diikuti kemampuan daya dukung
kotanya. Saat ini, lahan kosong di daerah perkotaan sangat
jarang ditemui.ruang untuk tempat tinggal, ruang untuk kelancaran
lalu lintas kendaraan, dan tempat parkir sudah sangat minim. Bahkan, lahan
untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) pun sudah tidak adalagi.Lahan kosong yang
terdapat di daerah perkotaan telah banyak dimanfaatkan oleh para urban sebagai
lahan pemukiman, perdagangan, dan perindustrian yang legal maupun
ilegal.Bangunan-bangunan yang didirikan untuk perdagangan maupun perindustrian
umumnya dimiliki oleh warga pendatang.Selain itu, para urban yang tidak
memiliki tempat tinggal biasanya menggunakan lahan kosong sebagai pemukiman
liar mereka.hal ini menyebabkan semakin minimnya lahan kosong di
daerah perkotaan.
Menambah
polusi di daerah perkotaan
Masyarakat
yang melakukan urbanisasi baik dengan tujuan mencari pekerjaan maupun untuk
memperoleh pendidikan, umumnya memiliki kendaraan. Pertambahan kendaraan
bermotor roda dua dan roda empat yang membanjiri kota yang terus menerus,
menimbulkan berbagai polusi atau pemcemaran seperti polusi udara dan kebisingan
atau polusi suara bagi telinga manusia.
Penyebab
bencana alam
Para
urban yang tidak memiliki pekerjaan dan tempat tinggal biasanya menggunakan
lahan kosong di pusat kota maupun di daerah pinggiran Daerah Aliran Sungai
(DAS) untuk mendirikan bangunan liar baik untuk pemukiman maupun lahan
berdagang mereka. Hal ini tentunya akan membuat lingkungan tersebut yang
seharusnya bermanfaat untuk menyerap air hujan justru menjadi penyebab
terjadinya banjir. Daerah Aliran Sungai sudah tidak bisa menampung air hujan
lagi.
Pencemaran
yang bersifat sosial dan ekonomi
Kepergian
penduduk desa ke kota untuk mengadu nasib tidaklah menjadi masalah apabila
masyarakat mempunyai keterampilan tertentu yang dibutuhkan di kota. Namun,
kenyataanya banyak diantara mereka yang datang ke kota tanpa memiliki
keterampilan kecuali bertani. Oleh karena itu, sulit bagi mereka untuk
memperoleh pekerjaan yang layak. Mereka terpaksa bekerja sebagai buruh harian,
penjaga malam, pembantu rumah tangga, tukang becak, dan pekerjaan lain yang
sejenis. Bahkan,masyarakat yang gagal memperoleh pekerjaan sejenis itu menjadi
tunakarya, tunawisma, dan tunasusila.
Penyebab
kemacetan lalu lintas
Padatnya
penduduk di kota menyebabkan kemacetan dimana-mana, ditambah lagi arus
urbanisasi yang makin bertambah. Para urban yang tidak memiliki tempat tinggal
maupun pekerjaan banyak mendirikan pemukiman liar di sekitar jalan, sehingga
kota yang awalnya sudah macet bertambah macet. Selain itu tidak sedikit para
urban memiliki kendaraan sehingga menambah volum kendaraan di setiap ruas jalan
di kota.
Merusak
tata kota
Tata
kota suatu daerah tujuan urban bisa mengalami perubahan dengan banyaknya
urbanisasi. Urban yang mendirikan pemukiman liar di pusat kota serta
gelandangan-gelandangan di jalan-jalan bisa merusak sarana dan prasarana yang
telah ada, misalnya trotoar yang seharusnya digunakan oleh pedestrian justru
digunakan sebagai tempat tinggal oleh para urban. Hal ini menyebabkan trotoar
tersebut menjadi kotor dan rusak sehingga tidak berfungsi lagi.
Solusi
mengatasi Urbanisasi
Peran
pemerintah pusat sangat tinggi dalam menciptakan lapangan kerja yang lebih
terencana dan permanen di desa, terutama desa tertinggal, lewat menteri yang
terkait.
Peranan
bupati kepala daerah, pemda, kepala desa sangat dibutuhkan dalam memberi
prioritas pembangunan pedesaan terutama dalam pengurangan kemiskinan dan
peluang penciptaan tenaga kerja.
Perlu
adanya insentif bagi pemuda yang mau membantu atau berperan dalam pembangunan
pedesaan,
Perlunya
penggalanan dana baik dari pajak, zakat dan shodakoh untuk membangkitkan
peluang usaha baru,
Perlu
ada komunikasi kota desa sehingga untuk setiap pemuda yang meninggalkan desa
harus berkontribusi dalam pembangunan desa,
Hindari
profokasi yang berlebihan terhadap enaknya hidup di kota,
Promosikan
enaknya hidup di desa
Ø SYARAT-SYARAT
DESA
Mempunyai wilayah,
Adanya penduduk, Mempunyai pemerintahan, Berada langsung di bawah camat,
Mempunyai kebiasaan-kebiasaan pergaulan sendiri.
Ø FUNGSI DESA
Fungsi Desa sebagai :
sumber bahan pangan, penghasilan bahan mentah, penghasil tenaga kerja, pusat-pusat industri kecil.
sumber bahan pangan, penghasilan bahan mentah, penghasil tenaga kerja, pusat-pusat industri kecil.
Ø KLASIFIKASI DESA
Berdasarkan tingkat
pembangunan dan kemampuan mengembangkan potensi yang dimilikinya,desa dapat
diklasifikasikan menjadi berikut ini :
a. Desa swadaya
Desa swadaya adalah suatu wilayah pedesaan yang hampir seluruh masyarakatnya mampu memenuhi kebutuhannya dengan cara mengadakan sendiri.
Ciri-ciri desa swadaya :
1) Daerahnya terisolir dengan daerah lainnya.
2) Penduduknya jarang.
3) Mata pencaharian homogen yang bersifat agraris.
4) Bersifat tertutup.
5) Masyarakat memegang teguh adat.
6) Teknologi masih rendah.
7) Sarana dan prasarana sangat kurang.
8) Hubungan antarmanusia sangat erat.
9) Pengawasan sosial dilakukan oleh keluarga.
b. Desa swakarya
Desa swakarya adalah desa yang sudah bisa memenuhi kebutuhannya sendiri,kelebihan produksi sudah mulai dijual kedaerah-daerah lainnya.
Ciri-ciri desa swakarya :
1) Adanya pengaruh dari luar sehingga mengakibatkan perubahan pola pikir.
2) Masyarakat sudah mulai terlepas dari adat.
3) Produktivitas mulai meningkat.
4) Sarana prasarana mulai meningkat.
5) Adanya pengaruh dari luar yang mengakibatkan perubahan cara berpikir.
C . Desa swasembada
Desa swasembada adalah desa yang lebih maju dan mampu mengembangkan semua potensi yang ada secara optimal,dengan ciri-ciri berikut :
1) Hubungan antarmanusia bersifat rasional.
2) Mata pencaharian homogen.
3) Teknologi dan pendidikan tinggi.
4) Produktifitas tinggi.
5) Terlepas dari adat.
6) Sarana dan prasarana lengkap dan modern.
a. Desa swadaya
Desa swadaya adalah suatu wilayah pedesaan yang hampir seluruh masyarakatnya mampu memenuhi kebutuhannya dengan cara mengadakan sendiri.
Ciri-ciri desa swadaya :
1) Daerahnya terisolir dengan daerah lainnya.
2) Penduduknya jarang.
3) Mata pencaharian homogen yang bersifat agraris.
4) Bersifat tertutup.
5) Masyarakat memegang teguh adat.
6) Teknologi masih rendah.
7) Sarana dan prasarana sangat kurang.
8) Hubungan antarmanusia sangat erat.
9) Pengawasan sosial dilakukan oleh keluarga.
b. Desa swakarya
Desa swakarya adalah desa yang sudah bisa memenuhi kebutuhannya sendiri,kelebihan produksi sudah mulai dijual kedaerah-daerah lainnya.
Ciri-ciri desa swakarya :
1) Adanya pengaruh dari luar sehingga mengakibatkan perubahan pola pikir.
2) Masyarakat sudah mulai terlepas dari adat.
3) Produktivitas mulai meningkat.
4) Sarana prasarana mulai meningkat.
5) Adanya pengaruh dari luar yang mengakibatkan perubahan cara berpikir.
C . Desa swasembada
Desa swasembada adalah desa yang lebih maju dan mampu mengembangkan semua potensi yang ada secara optimal,dengan ciri-ciri berikut :
1) Hubungan antarmanusia bersifat rasional.
2) Mata pencaharian homogen.
3) Teknologi dan pendidikan tinggi.
4) Produktifitas tinggi.
5) Terlepas dari adat.
6) Sarana dan prasarana lengkap dan modern.
Ø CIRI-CIRI
MASYARAKAT DESA
a. Kehidupan tergantung
pada alam
b. Toleransi sosialnnya kuat
c. Adat-istiadat dan norma agama kuat
d. Kontrol sosialnya didasarkan pada hokum informal
e. Hubungan kekerabatan didasarkan pada Gemeinssehaft (paguyuban)
f. Pola pikirnya irrasional
g. Struktur perekonomian penduduk bersifat agraris.
b. Toleransi sosialnnya kuat
c. Adat-istiadat dan norma agama kuat
d. Kontrol sosialnya didasarkan pada hokum informal
e. Hubungan kekerabatan didasarkan pada Gemeinssehaft (paguyuban)
f. Pola pikirnya irrasional
g. Struktur perekonomian penduduk bersifat agraris.
- Homogeny social
Biasanya desa terdiri dari beberapa kerabat yang masih mempunyai hubungan erat - Hubungan primer
Dengan hubungan yang masih erat sehingga sifat kebersamaan, kegotong royongan sangat tercermin dalam keseharianya. - Mempiunyai kontrol social yang kletat
Masalah yang dihadapi merupakan masalah bersama dan juga harus diselesaikan dan disoroti bersama pula. - Nilai kegotong royongan masih subur
- Terdapat ikatan social yang berupa nilai-nilai yang berupa nilai-nilai adat dan kebudayaan yang harus dipatuhi oleh setiap anggpta masyarakat
Ø POTENSI DESA
potensi fisik :
pertanian
potensi social : gotong royong, apatur desa, lembaga social
potensi social : gotong royong, apatur desa, lembaga social
Ø FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI SISTEM PERHUBUNGAN DESA
Topografi, Letak desa, Fungsi desa
Topografi, Letak desa, Fungsi desa
Ø DEFINISI DESA
A. Menurut UU No. 5
Tahun 1979
DESA adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk, sebagai kesatuan masyarakat hokum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat dan mempunyai hak otonomi dalam ikatan negara kesatuan RI.
B. Menurut SUTARDJO KARTOHADIKUSUMO
DESA adalah suatu kesatuan hukum di mana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri.
C. Menurut tinjauan geografi
DESA adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk, sebagai kesatuan masyarakat hokum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat dan mempunyai hak otonomi dalam ikatan negara kesatuan RI.
B. Menurut SUTARDJO KARTOHADIKUSUMO
DESA adalah suatu kesatuan hukum di mana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri.
C. Menurut tinjauan geografi
DESA adalah suatu
perwujudan geografis, yang ditimbulkan oleh unsure-unsur fisigrafis, sosial,
ekonomi, politik dan budaya dan memiliki hubungan timbal-balik dengan daerah
lain.
Ø POLA PERSEBARAN
DESA
Faktor-faktor yang mempengaruhi
pola persebaran desa:
Letak desa, Keadaan iklim, Kesuburan tanah, Tata air, Keadaan ekonomi, Keadaan budaya
Letak desa, Keadaan iklim, Kesuburan tanah, Tata air, Keadaan ekonomi, Keadaan budaya
Ø POLA PERSEBARAN
DESA
1. Pola memanjang
mengikuti jalan raya. Pola ini umumnya terdapat di pedalaman
2. Pola mengikuti rel kereta api
3. Mengikuti garis pantai
4. Pola masyarakat
Penyebarannya:
a. Terdapat di daerah pegunungan (dataran tinggi)
b. Daerah yang berelief kasar
5. Pola Desa Tersebar
Pola desa yang tidak teratur. Pola desa ini banyak dijumpai di daerah Karst (Kapur)
2. Pola mengikuti rel kereta api
3. Mengikuti garis pantai
4. Pola masyarakat
Penyebarannya:
a. Terdapat di daerah pegunungan (dataran tinggi)
b. Daerah yang berelief kasar
5. Pola Desa Tersebar
Pola desa yang tidak teratur. Pola desa ini banyak dijumpai di daerah Karst (Kapur)
Ø DEFINISI KOTA
A. Menurut MENTERI
DALAM NEGERI RI NO. 4/1980
1.KOTA adalah suatu wilayah yang mempunyai batas administrasi wilayah
2. KOTA adalah lingkungan kehidupan yang mempunayi cirri non-agraris
B. Secara GEOGRAFIS
KOTA adalah suatu bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsure-unsur alami dan non-alami dengan gajala pemusatan penduduk tinggi, corak kehidupan yang heterogen, sifat penduduknya individualistis dan materialistis.
1.KOTA adalah suatu wilayah yang mempunyai batas administrasi wilayah
2. KOTA adalah lingkungan kehidupan yang mempunayi cirri non-agraris
B. Secara GEOGRAFIS
KOTA adalah suatu bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsure-unsur alami dan non-alami dengan gajala pemusatan penduduk tinggi, corak kehidupan yang heterogen, sifat penduduknya individualistis dan materialistis.
Ø CIRI FISIK KOTA
Adanya sarana ekonomi,
Gedung pemerintahan, Alun-alun, Tempat parker, Sarana rekreasi, Sarana olah
raga, Komplek perumahan.
Ø CIRI MASYARKAT
KOTA
Ciri Masyarakat Kota:
– Adanya keanekaragaman penduduk
– Sikap penduduk bersifat individualistik
– Hubungan sosial bersifat Gesselsehaft (Patembayan)
– Adanya pemisahan keruangan yang dapat membentuk komplek-komplek tertentu
– Norma agama tidak ketat
– Pandangan hidup kota lebih rasional
– Adanya keanekaragaman penduduk
– Sikap penduduk bersifat individualistik
– Hubungan sosial bersifat Gesselsehaft (Patembayan)
– Adanya pemisahan keruangan yang dapat membentuk komplek-komplek tertentu
– Norma agama tidak ketat
– Pandangan hidup kota lebih rasional
Ø KLASIFIKASI KOTA
A. Menurut Jumlah
Penduduk
1. Kota Kecil =penduduknya antara 20.000-50.000 jiwa
2. Kota sedang =penduduknya antara 50.000-100.000 jiwa
3. Kota besar =penduduknya antara 100.000-1.000.000 jiwa
4. Metropolitan =penduduknya antara 1.000.000-5.000.000 jiwa
5. Megapolitan =penduduknya lebih dari 5.000.000 jiwa
B. Menurut tingkat perkembangan
1. Kota Kecil =penduduknya antara 20.000-50.000 jiwa
2. Kota sedang =penduduknya antara 50.000-100.000 jiwa
3. Kota besar =penduduknya antara 100.000-1.000.000 jiwa
4. Metropolitan =penduduknya antara 1.000.000-5.000.000 jiwa
5. Megapolitan =penduduknya lebih dari 5.000.000 jiwa
B. Menurut tingkat perkembangan
- . Tahap eopolis adalah tahap perkembangan desa yang sudah teratur dan masyarakatnya merupakan peralihan dari pola kehidupan desa kea rah kehidupan kota.
- Tahap polis adalah suatu daerah kota yang sebagian penduduknya masih mencirikan sifat-sifat agraris.
- Tahap metropolis adalah suatu wilayah kota yang ditandai oleh penduduknya sebagaian kehidupan ekonomi masyarakat ke sector industri.
- Tahap megapolis adalah suatu wilayah perkotaan yang terdiri dari beberapa kota metropolis yang menjadi satu sehingga membentuk jalur perkotaan.
- Tahap tryanopolis adalah suatu kota yang ditandai dengan adanya kekacauan pelayanan umum, kemacetan lalu-lintas, tingkat kriminalitas tinggi.
- Tahap necropolis (Kota mati) adalah kota yang mulai ditinggalkan penduduknya.
Penyebab urbanisasi atau perpindahan penduduk
perdesaan ke perkotaan terjadi karena adanya daya tarik (pull factors) dari perkotaan dan daya dorong (push factors) dari perdesaan. Faktor Pendorong dari
Desa:
- Faktor pendorong dan desa yang
menyebabkan terjadinya urbanisasi sebagai beriikut.
- Terbatasnya kesempatan kerja atau
lapangan kerja di desa.
- Tanah pertanian di desa banyak yang
sudah tidak subur atau mengalami kekeringan.
- Kehidupan pedesaan lebih monoton
(tetap/tidak berubah) daripada perkotaan.
- Fasilitas kehidupan kurang tersedia
dan tidak memadai.
- Upah kerja di desa rendah.
- Timbulnya bencana desa, seperti
banjir, gempa bumi, kemarau panjang, dan wabah penyakit.
Faktor Penarik dari Kota
- Faktor penarik dan kota yang
menyebabkan terjadinya urbanisasi sebagai berikut.
- Kesempatan kerja lebih banyak
dibandingkan dengan di desa.
- Upah kerja tinggi.
- Tersedia beragam fasilitas
kehidupan, seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, transportasi, rekreasi,
dan pusat-pusat perbelanjaan.
- Kota sebagai pusat pemerintahan,
perdagangan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Terjadinya urbanisasi
membawa dampak positil dan negatif, baik bagi desa yang ditinggalkan, maupun
bagi kota yang dihuni. Dampak
positif urbanisasi bagi desa
(daerah asal) sebagai berikut.
- Meningkatnya kesejahteraan penduduk
melalui kiriman uang dan hasil pekerjaan di kota.
- Mendorong pembangunan desa karena
penduduk telah mengetahui kemajuan dikota.
- Bagi desa yang padat penduduknya,
urbanisasi dapat mengurangi jumlah penduduk.
- Mengurangi jumlah pengangguran di
pedesaan.
Adapun dampak
negatif urbanisasi bagi desa
sebagai berikut:
- Desa kekurangan tenaga kerja untuk
mengolah pertanian.
- Perilaku yang tidak sesuai dengan
norma setempat sering ditularkan dan kehidupan kota.
- Desa banyak kehilangan penduduk
yang berkualitas.
Dampak Urbanisasi bagi Kota terdiri dari dampak positif
dan dampak negatif. Dampak positif urbanisasi bagi kota sebagai berikut.
- Kota dapat memenuhi kebutuhan akan
tenaga kerja.
- Semakin banyaknya sumber daya
manusia yang berkualitas.
Dampak negatif urbanisasi
bagi kota sebagai berikut.
- Timbulnya pengangguran.
- Munculnya tunawisma dan gubuk-gubuk
liar di tengah-tengah kota.
- Meningkatnya kemacetan lalu lintas.
- Meningkatnya kejahatan, pelacuran,
perjudian, dan bentuk masalah sosial lainnya.
SOAL
1.Permasalahan apa saja
yang dialami masyarakat kota dengan masyarakat desa?
Masyarakat kota lebih metropolitan
bergaya hidup tinggi, mudah stress dan perlu waktu luang untuk kebutuhan
jasmani dan rohani, terkadang orang desa menganggap akan mendapatkan ekonomi
yang lebih baik, dan masyarakat berbondong-bondong ke kota sehingga
meninggalkan desa.Padahal kebutuhan sandang, papan, pakaian berbahan dasar dari
alam jika mempunyai keahlian dan ilmu untuk memaanfaakan kelimpahan alam
Indonesia besar kemungkinan akan mendapatkan ekonomi yang lebih baik
dibandingkan bekerja di kota, menjadi manusia sendiri menciptkan lapangan kerja
membantu mensejahterakan masyarat itu hal yang lebih baik.
Masyarakat desa kurang
berpikir luas terlalu apa adanya, pasrah dengan apa yang ada, sebagian
masyarakat desa tingkat pendidikanpun rendah namun tidak menutup kemugkinan ada
juga yang berpendidikan tinggi. Namun dengan ketidakmampuan untuk memiliki ilmu
serta pendidikan yang tinggi sehingga pemanfaatan pengelolaan sumber daya alam
di olah dengan tradisional dan beberapa pengelolaan sumber daya dikuasai oleh
pihak asing karna mereka memiliki keahlian , ilmu dan pendidikan yang lebih
tinggi.
2.Jika kita tinggal
didesa apakah ingin pindah ke desa?
Jika saya punya
keahlian dan pengetahuan khusus sumber daya alam dan mempunyai lahan yang cukup untuk
mengolahnya saya ingin tinggal di desa untuk memanfaatkan sumber daya alam dan
mengolahnya untuk mata pencaharian saya.